Melanesiatimes.com, Kota Sorong – SKK Migas KKKS Papua Maluku mengejutkan dunia jurnalisme dengan melarang wartawan meliput acara halal bihalal yang digelar di Gedung Oksigen Kota Sorong, pada Jumat malam (25/04/2025).
Halal Bihalal tersebut bertujuan untuk memperkuat tali silaturahmi antara SKK Migas KKKS Papua Maluku bersama pemerintah, namun situasi ini justru memicu banyak pertanyaan.
Dalam rangka mendukung kegiatan pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Papua Barat Daya telah memberikan informasi untuk meliput acara yang dihadiri oleh Gubernur Provinsi Papua Barat Daya, Elisa Kambu. Namun, setelah wartawan tiba di lokasi tersebut, keputusan SKK Migas untuk melarang peliputan menjadi sorotan utama.
Seorang wartawan yang enggan disebutkan namanya menyatakan keheranannya, “Kok bisa ya pihak manajemen SKK Migas melarang wartawan untuk meliput?.” Kesal dengan situasi tersebut, wartawan tersebut mengaku sempat terlibat perdebatan dengan sekuriti di lokasi acara.
Sekuriti yang bertugas di gedung tersebut menyatakan bahwa pihak manajemen SKK Migas tidak mengundang media. “Kami tidak mengizinkan masuknya wartawan,” alasannya.
Meskipun para wartawan menjelaskan bahwa kehadiran mereka adalah untuk meliput kegiatan pemerintah, bukan kepada pihak SKK Migas, namun penolakan tetap diberlakukan. Situasi ini menimbulkan kecurigaan di kalangan wartawan, bahwa SKK Migas tampaknya tidak ingin disorot atau terbuka kepada media.
Keberadaan acara halal bihalal, yang mestinya memberikan kesempatan untuk transparansi, justru terhalang oleh keputusan manajemen SKK Migas yang dinilai alergi terhadap wartawan. Prinsip keterbukaan informasi seolah menjadi hal yang diabaikan dalam konteks ini.
Kondisi ini menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh wartawan dalam menjalankan tugasnya, terutama ketika berhadapan dengan institusi besar yang terkesan menutup diri. Dalam demokrasi, peliputan kegiatan publik adalah hal yang penting untuk ketersediaan informasi bagi masyarakat.
Wartawan lain yang hadir juga mengungkapkan rasa frustrasi mereka, menyatakan bahwa pelarangan seperti ini mencederai hak untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang. “Kami hanya ingin melaksanakan tugas kami sebagai jurnalis,” ungkap salah satu wartawan.
Sebagai institusi yang berperan dalam pengelolaan sumber daya migas di Indonesia, SKK Migas seharusnya lebih membuka diri terhadap kehadiran media. Tindakan pelarangan seperti ini justru menimbulkan spekulasi dan opini negatif di kalangan publik.
Situasi ini juga menjadi refleksi bagi instansi lain tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan media. Keterbukaan menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Insiden ini menjadi pengingat bagi semua pihak untuk menyadari betapa pentingnya keterbukaan dan komunikasi yang baik antara institusi dan jurnalis. Diharapkan ke depannya, komunikasi yang lebih baik antara SKK Migas dan media bisa tercipta, guna menghindari ketegangan yang tidak perlu.