Melanesiatimes.com – Dokumen-dokumen bersejarah mencatat kisah heroik dari Raja Ibrahim Bauw, sebuah sosok yang memiliki pemikiran mendalam tentang pentingnya kecerdasan di tanah Papua. Sebagai bangsawan dan pemilik karamah Raja Rumbati di Fakfak, beliau mengusung cita-cita mulia yang terwujud dalam gerakan Kesatuan Islam Nieuw Guinea (KING). Kamis (27/02/2025).
KING bukan hanya sekadar sebuah organisasi; ia menjadi medium ideologis dan poros gerakan yang mengedepankan kesadaran masyarakat Islam Papua untuk memperhatikan budaya kecerdasan. Dengan semangat yang kental, gerakan ini berupaya menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pengembangan intelektual di kalangan masyarakat.
Transformasi KING ke dalam bentuk gerakan Muhammadiyah menandai mobilisasi perjuangan dengan tujuan yang lebih luas. Komitmen ulang untuk Muhammadiyah mendorong Raja Ibrahim Bauw agar berkontribusi dalam mencerdaskan orang Papua, menjadikan kecerdasan sebagai warisan yang harus dihadirkan.
Sebagai seorang pemimpin yang bijak dan dermawan, Raja Ibrahim Bauw mengalokasikan modal ekonomi dan jaringan sosial yang dimilikinya untuk berjuang melawan kebodohan dan penindasan yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Konteks perjuangan ini memberikan bobot pada misinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di Fakfak.
Sebuah dokumen yang berasal dari tahun 1962 mengungkapkan interaksi gagasan perjuangan Muhammadiyah di Papua yang telah ada sejak 1931. Namun, sayangnya, karena penindasan yang kejam dari Belanda, gerakan ini terpaksa menyusut dan terkurung.
Setelah 17 tahun masa penantian, Raja Ibrahim Bauw tidak lagi bersembunyi. Dengan semangat aksi nyata, ia mulai melancarkan gerakan secara terang-terangan, menyuarakan filosofi gerakan Muhammadiyah yang semakin ditindas dan memperkuat akar perjuangannya dalam masyarakat.
Ia secara intens mengirimkan surat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta dan Yogyakarta. Dalam surat-surat tersebut, Raja Ibrahim meminta bantuan untuk memikirkan pendirian Sekolah Rakyat berbasis asrama di Fakfak, menunjukkan keseriusannya dalam mencerdaskan generasi muda.
Keinginan Raja Ibrahim untuk mencerdaskan anak bangsa dan umat Muslim di Papua terlihat nyata ketika ia rela menyerahkan aset strategisnya untuk agenda kecerdasan dan kemanusiaan. Inisiatif ini tidak hanya menegaskan komitmennya, tetapi juga memberikan harapan baru bagi masyarakat Fakfak.
Dalam konteks yang lebih luas, agenda kecerdasan yang diusung oleh Raja Ibrahim Bauw berlangsung sebagai gerakan kolektif dalam menjawab tantangan intelektual dan sosial yang dihadapi masyarakat Papua. Melalui inisiatif ini, ia menanamkan nilai-nilai pendidikan, kesadaran beragama, dan solidaritas sosial.
Gerakan ini menjadi catatan penting dalam perjalanan sejarah pendidikan di Papua, menghadirkan semangat untuk memperjuangkan akses dan kualitas pendidikan yang lebih baik bagi semua. Semangat dan dedikasi Raja Ibrahim Bauw adalah teladan bagi generasi penerus dalam menciptakan perubahan yang signifikan.
Akhirnya, warisan pemikiran dan perjuangan Raja Ibrahim Bauw tidak hanya membekas dalam sejarah, tetapi juga menjadi inspirasi bagi upaya berkelanjutan dalam menciptakan kecerdasan dan kemajuan di tanah Papua. Dengan semangat ini, diharapkan generasi mendatang dapat melanjutkan agenda kecerdasan demi masa depan generasi Papua yang lebih cerah.