Melanesiatimes.com – Denis Faruan, Vox Populi Institute Indonesia (VOX POINT) Kota Sorong yang juga sebagai Wakil Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kei (IPPMK), memberikan tanggapan tegas sebagai wakil pemuda dan aktivis dalam menjaga keseimbangan antara sektor swasta dan pemerintah di Provinsi Papua Barat Daya. Ia mengungkapkan keprihatinan mengenai kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kota dan Kabupaten Sorong, yang belakangan ini terganggu oleh perilaku oknum yang mengkonsumsi minuman keras (miras).
“Situasi ini menjadi semakin mengkhawatirkan, terutama ketika kita melihat dampak dari tindakan oknum yang mabuk, yang merusak harmoni dalam masyarakat,” ucap Denis.
Sebagai pemuda Gereja dan tokoh pemuda, Denis meminta agar Pemerintah Kota dan Kabupaten Sorong lebih proaktif dalam menegakkan regulasi yang ada. “Pemerintah harus benar-benar menjalankan fungsinya sebagai eksekutif untuk mengeksekusi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk terkait peredaran miras,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa pembicaraan mengenai minuman keras ini penting untuk diangkat, bukan hanya oleh pemuda, tetapi juga oleh tokoh agama, perempuan, dan seluruh stakeholders. Hal ini untuk mengurangi dampak negatif dari peredaran miras yang semakin merajalela.
Menurut Denis, ciri-ciri kota maju bukan hanya terletak pada perekonomian semata, tetapi juga pada keamanan dan ketertiban masyarakat. “Kita harus mempertimbangkan berapa keuntungan yang didapat dari pajak miras ini dibandingkan kerugian yang ditimbulkan,” jelasnya.
Ia menggarisbawahi bahwa Kota Sorong sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang miras yang mengatur kategori dan lokasi penjualannya. “Namun, penegakan Perda ini masih harus ditinjau dan diterapkan lebih konsisten,” tegasnya.
Perda tersebut membagi minuman keras ke dalam beberapa golongan berdasarkan kadar alkohol dan tempat penjualannya. Misalnya, bir golongan A dapat dijual di supermarket, tetapi untuk alkohol lebih tinggi, penjualannya harus dibatasi.
Denis menekankan perlunya perhatian khusus pada minuman keras lokal, seperti CT, yang dikenal dengan sebutan ‘tikus’. “Peredaran minuman lokal ini sangat mudah dijangkau masyarakat, terutama yang mencari harga terjangkau,” ujarnya.
Dalam kesimpulannya, dia juga menyoroti bahwa masalah kamtibmas di Sorong tidak hanya berkaitan dengan miras, tetapi juga dengan keseluruhan sistem keamanan lingkungan. “Kita perlu mengidentifikasi gejolak yang muncul dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman,” tutup Denis dengan harapan bahwa kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dapat membangun Kota Sorong yang lebih baik.