OpinI

Pendidikan OAP Semakin Buruk Di Era Otsus Papua

×

Pendidikan OAP Semakin Buruk Di Era Otsus Papua

Sebarkan artikel ini

Penulis  Demas Mobalen – Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Sorong

Melanesiatimes.com – Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia di dunia karena dengan memperoleh pendidikan manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu, pendidikan menjadi salah satu faktor pendukung dalam kemajuan suatu wilayah, semakin tinggi tingkat pendidikan suatu wilayah akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan ikut andil dalam membangun negaranya. Maka dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan sangat mempengaruhi hasil dari pendidikan seseorang.

Berbicara mengenai masalah pendidikan di Indonesia khususnya Papua tidak akan ada habisnya. Mulai dari kurikulum, pemerataan guru, standar kualifikasi yang dimiliki guru, fasilitas sekolah, dan masih banyak lagi. Berikut ini adalah masalah yang dihadapi Papua dalam membangun pendidikan yang baik. Ketertinggalan Papua dari provinsi lain tak lain disebabkan oleh pendidikan yang belum merata dan kualitas SDM yang masih rendah.

Pada kenyataannya kualitas pendidikan di Indonesia belum sebaik negara lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh The World Bank, World Development Report (2007) menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara yang diteliti dan survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Progamme For International Student Assessment (PISA) pada Desember 2019 di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Salah satu contoh dari pendidikan yang belum baik adalah pendidikan di daerah Papua khususnya daerah pedalaman. Jika diteliti lebih lanjut, kualitas pendidikan di Papua masih terbelakang jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, bahkan kondisi di Sini sangatlah memprihatinkan.

Sistem pendidikan di Indonesia bagian Barat secara umum lebih baik dari Indonesia bagian Timur, seperti Papua. Di Indonesia Timur, masih banyak anak-anak yang tidak memiliki akses ke sekolah yang baik.

Kondisi ekonomi, budaya dan aksesibilitas geografis menjadi batasan bagi banyak anak-anak di wilayah timur Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dasar sekalipun. Masih banyak masyarakat yang belum peduli dengan pentingnya pendidikan untuk anak-anak. Atau, banyak yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga tak mampu menyekolahkan anak-anak mereka.

Janji Otsus Tingal Janji

Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Otsus No. 21 Tahun 2001 menyatakan bahwa “sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi”.Selanjutnya pada pasal 56 terdiri dari enam ayat yang mengatur tentang pendidikan.

a) Pertama, Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua.

b) Kedua, pemerintah menetapkan kebijakan umum tentang otonomi perguruan tinggi, kurikulum inti, dan standar mutu pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan sebagai pedoman pelaksanaan bagi pimpinan perguruan tinggi dan Pemerintah Provinsi.

c) Ketiga, setiap penduduk Provinsi Papua berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban masyarakat serendah-rendahnya.

d) Keempat, dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu di Provinsi Papua.

e) Kelima, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan dan/ atau subsidi kepada penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memerlukan.

f) Dan Keenam, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dengan Perdasi.

Enam ayat tersebut dapat disebut sebagai janji pendidikan yang coba diberikan kepada penduduk di Tanah Papua. Sesuatu yang perlu ditepati karena merupakan amanat yang diberikan kepada pemerintah untuk dipenuhi. Undang-Undang Otsus No. 21 Tahun 2001 sudah memberikan rambu-rambu terkait bagaimana kebijakan pendidikan pendidikan di Tanah Papua dijalankan. Pada aturan tersebut diatur mengenai peran dan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan yang harus diselenggarakan oleh negara.

Modouw (2013) berpendapat disahkannya Otsus berarti terdapat sejumlah prinsip penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yaitu menghormati hak-hak dasar penduduk asli Papua, yaitu hak atas rasa keadilan, kesejahteraan, perlakuan yang sama dalam layanan umum maupun di depan hukum, dan penghargaan hak-hak asasinya sebagai manusia, termasuk pula hak masyarakat adat Papua atas pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua. Semua penduduk Papua yang selama ini terisolasi dan jauh dari fasilitas pendidikan, perlu diberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui berbagai program pendidikan.

Selain aturan uu otsus  didalam  Inpres No. 9 Tahun 2020 tertuang  terdapat beberapa tambahan seperti peningkatan pemerataan akses layanan pendidikan di semua jenjang dan percepatan pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun antara lain dengan bantuan pendidikan untuk anak usia sekolah, penerapan sekolah berpola asrama, sekolah satu atap, sekolah alam, dan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi geografis wilayah, kebutuhan masyarakat dan daerah, terutama di daerah terpencil, pedalaman, pegunungan, kepulauan, dan perbatasan negara; kolaborasi dengan lembaga keagamaan dan lembaga sosial keagamaan dalam pelayanan pendidikan yang merata dan berkualitas melalui peningkatan tata kelola pembangunan pendidikan; bersama-sama dengan pemerintah daerah, dunia usaha dan industri mengembangkan pendidikan vokasi berkualitas sesuai dengan sektor prioritas di daerah; memberi kesempatan yang lebih luas untuk menempuh Afirmasi Pendidikan Menengah dan Tinggi bagi SDM Unggul Papua.

Kunci dari permasalahan di Papua terletak pada pembangunan sumber daya manusia. Masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia Papua adalah hal yang sering didengar di tingkat lokal Papua dan nasional. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan dan kualitas hidup masyarakat yang relatif rendah akibat kurangnya pelayanan kesehatan bermutu, masalah perekonomian, serta kurangnya infrastruktur yang kurang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok
Meskipun pendidikan sangatlah penting tetapi tidak banyak masyarakat Papua yang memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan layak khususnya bagi masyarakat yang bermukim di daerah pedalaman. Otonomi khusus diukur dari seberapa jauh masyarakat Papua di kawasan-kawasan terpencil yang terisolir mampu meningkatkan sumber daya manusia karena tersedianya pelayanan pendidikan yang bermutu.

Pendidikan di Papua ibarat bayi yang baru lahir dan dipaksakan untuk berlari. Dimana kurikulum di Indonesia  terus berganti mengikuti perkembangan zaman ini sangat bertolak belakang dengan kondisi ekonomi dan geografis di Papua. Ini juga menjadi salah satu pengahabat pendidikan di Papua yang tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah daerah maupun pusat.

Dr.Ir. Agus Sumule, pakar pendidikan Universitas Negeri Papua dalam laporan berdasarkan data BPS Papua dalam angka 2020, data BPS Papua Barat dalam angka tahun 2020 dan Neraca pendidikan daerah kemendikbudristek mengungkapkan  terdapat  hampir 500 ribu orang, tepatnya 476.534 orang – belum termasuk peserta didik PAUD dan Sekolah Luar Biasa. Angka ini menunjukkan, bahwa 34,58% dari PUS di Tanah Papua tidak bersekolah. PUS (usia 7-24 tahun) di Provinsi Papua sebanyak 1.053.944 orang, dan di Provinsi Papua Barat 324.112 orang.

Jika melihat dari hasil temuan tersebut sangat miris melihat pendidikan di Papua bila dibandingkan dengan besarnya anggaran  dana Otsus yang diluncurkan pemerintah untuk membangun sumber daya manusia Papua. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, Sepanjang 2020, Papua mendapat alokasi anggaran pendidikan Rp1,62 triliun dari total dana Otsus Papua sebesar Rp5,29 triliun. Sementara Papua Barat menerima sekitar Rp 470 miliar dari total dana Otsus Papua Barat Rp1,7 triliun.

Selama ini, kata Nadiem, pihaknya hanya menerima laporan alokasi tentang anggaran pendidikan dari dana otsus yang digelontorkan ke dua provinsi paling timur di Indonesia itu. Namun, tak pernah ada laporan terkait rincian dan detail penggunaan dana otsus bidang pendidikan tersebut.

Buruknya tata kelola dan pengawasan dari penegak hukum  terhadap pengelolaan dana otonomi khusus Papua atau otsus Papua menyebabkan penyaluran dana itu belum tepat sasaran, terutama untuk pembangunan sumber daya manusia.
Meskipun pemerintah daerah seringkali melakukan Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan bersama dengan penegak hukum namun sayangnya didalam pengawasan terhadap penggunaan anggaran Otsus  masih sangat lemah dan terkesan terjadi pembiaran. Hal ini sangat mempengaruh pembangunan sumber daya manusia Papua di sektor pendidikan mulai dari tingakat dasar hingga perguruan tinggi.

Peran Strategis Guru dan Dosen dalam Pembentukan Generasi Berkualitas dan Relevansi Teori Pendidikan
Peran Guru dan Dosen dalam Membentuk Karakteristik Siswa dan Mahasiswa Yang Mandiri.
Guru dan dosen merupakan pilar penting dalam dunia pendidikan yang membentuk pola pikir dan karakter manusia.
Mereka tidak hanya bertugas menyampaikan pengetahuan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang membimbing generasi muda menuju masa depan yang lebih baik.
karena

Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia di dunia karena dengan memperoleh pendidikan manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu, pendidikan menjadi salah satu faktor pendukung dalam kemajuan suatu wilayah, semakin tinggi tingkat pendidikan suatu wilayah akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan ikut andil dalam membangun negaranya. Maka dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan sangat mempengaruhi hasil dari pendidikan seseorang. Berbicara mengenai masalah pendidikan di Indonesia khususnya Papua tidak akan ada habisnya. Mulai dari kurikulum, pemerataan guru, standar kualifikasi yang dimiliki guru, atw pu dosen fasilitas sekolah, dan masih banyak lagi.

Fungsi utama guru dan dosen adalah mendidik siswa dan mahasiswa agar memahami pelajaran yang diajarkan, kemudian menerapkannya dalam kehidupan. Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk memajukan budi pekerti (karakter), pikiran (intelektual), dan jasmani anak-anak menuju kesempurnaan hidup. Dalam peran ini, guru dan dosen bertanggung jawab tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing moral dan etika.

Menurut Lev Vygotsky, seorang psikolog pendidikan, proses belajar terjadi dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Artinya, guru dan dosen memiliki peran sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mencapai potensi maksimal mereka melalui interaksi dan bimbingan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya bergantung pada buku atau kurikulum, tetapi juga pada hubungan antara pendidik dan peserta didik.

Selain itu, guru dan dosen bertindak sebagai motor penggerak pembangunan sumber daya manusia (SDM). Malcolm Knowles, dengan teorinya tentang pembelajaran orang dewasa (andragogy), menekankan bahwa dosen khususnya harus memahami bahwa mahasiswa belajar melalui pengalaman, refleksi, dan kebutuhan untuk menyelesaikan masalah dunia nyata.
Siswa dan mahasiswa bukanlah objek pasif dalam proses pendidikan. John Dewey, filsuf pendidikan progresif, menyatakan bahwa pembelajaran harus berbasis pengalaman. Dalam konteks ini, siswa dan mahasiswa harus aktif mencari pengetahuan, mengembangkan keterampilan kritis, dan berinovasi. Mahasiswa, misalnya, memiliki tanggung jawab untuk melakukan penelitian yang relevan dengan disiplin ilmu mereka. Penelitian ini tidak hanya membantu mereka memahami teori secara mendalam, tetapi juga memberikan kontribusi nyata pada masyarakat. Paulo Freire, dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, menegaskan bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang membebaskan peserta didik untuk berpikir kritis dan memberdayakan mereka untuk mengubah lingkungan sosial mereka.

Tempat Belajar dan Kualitas PendidikanSekolah dan kampus adalah pusat pembelajaran, tempat guru dan dosen memberikan pelajaran, pengalaman baru, dan inspirasi. Namun, kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh relevansi kurikulum dan metode pengajaran. Howard Gardner, dengan teorinya tentang kecerdasan majemuk (multiple intelligences), menunjukkan bahwa setiap individu memiliki jenis kecerdasan yang berbeda, seperti linguistik, logis-matematis, spasial, atau interpersonal. Oleh karena itu, pendidikan yang efektif harus mampu mengakomodasi berbagai jenis kecerdasan ini agar peserta didik dapat belajar dengan cara yang paling sesuai bagi mereka.

Sementara menjamin belum melalui taksonominya menekankan pentingnya pengembangan tiga domain pembelajaran: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Guru dan dosen yang sukses adalah mereka yang mampu memadukan ketiga domain ini dalam proses pengajaran.
Tantangan dan Solusi

Tantangan utama dalam dunia pendidikan saat ini adalah kesenjangan kualitas pendidikan dan kurangnya adaptasi terhadap teknologi modern. Sugata Mitra, seorang peneliti pendidikan, menyebutkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang kuat dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, terutama di daerah terpencil. Guru dan dosen perlu beradaptasi dengan perubahan ini agar tetap relevan dan efektif dalam membimbing generasi muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *