Oleh: Varra Iyaba Ketua Gerakan Mahasiswa Papua (GERMAPA)
Melanesiatimes.com – Kita perlu ketahui bersama bahwa Program Nasional Negara Kolonialisme Indonesia belakangan ini ada dua yang lagi di prioritaskan yaitu, Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Perluasan Struktur Militerisme dalam hal ini (TNI) di beberapa daerah perusahaan ini merupakan produk kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat adat Papua. Kita juga perlu tahu bahwa Perluasan Struktur Militerisme Indonesia dan PSN adalah satu produk yang sama untuk mengancam eksistensi kehidupan Masyarakat Adat Papua demi kepentingan politik pendudukan dan Eksploitasi Sumber Daya Alam. Memang orang Papua melihat setiap program Negara Kolonialisme Indonesia adalah produk kejahatan dalam hal ini, dari sisi Ekosida dan Etnosida berdasarkan jejak rekam yang panjang terjadi di Tanah Papua. Orang Papua telah lama mengetahui watak asli Negara Indonesia penuh dengan nafsu politik pendudukan dan rakus akan sumber daya alam Papua tanpa memperdulikan hak atas hidup orang Papua.
Apa yang di maksud dengan Proyek Stategis Nasional (PSN) dengan model ekonomi Food Estate.
Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan model ekonomi Food Estate merupakan salah satu kebijakan pemerintah Kolonialisme Indonesia yang di rancang dengan konsep pengembangan pangan terintegrasi,dan konsep ini yangb di gagas oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2020. Food Estate juga merupakan pengembangan pusat pangan, yang tidak hanya mengembangkan pusat pertanian Sawa tetapi pusat pertanian lain, seperti Singkong, tebu, petatas, dll. Konsep ini di dorong dengan kepentingan akumulasi modal bagi Kapitalis dan Kolonialisme selaku anjing penjaga kebun sih kapitalis.Pemerintah Kolonial Indonesia sebelum meluncurkan Proyek Stategis Nasional model Food Estate ini, seharusnya melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), tetapi dengan nafsu eksploitasi dan ekplorasi Sumber Daya Alam terburuh – buruh meluncurkan program tanpa memiliki analisis.
Orang Papua telah mengetahui lama dengan segalam macam tipu daya Negara Kolonialisme Indonesia mengunakan dalil bahwa masyarakat adat Papua mengalami krisis energy dan pangan. Orang Papua juga tahu bahwa itu slogan kosong yang selalu di gunakan oleh Negara Kolonialisme untuk menjalankan proses akumulasi modal. Masyarakat adat Merauke memiliki rekam jejak para capital merampas ha katas tanah dengan segala macam tipu daya kepada masyarakat, waktu 36 perusahaan dengan program MIFE masuk itu sudah mengalami kehilangan tanah ribuan hektar. Memang itu watak keaslian kolonialisme dan Negara Negara capital di dunia untuk keruk sumber daya alam bangsa lain.
Ekspansi Militerisme Kolonial Indonesia
Ekspansi militerisme atau mobilisasi militerisme massif dalam suatu bangsa itu kita harus waspada karena praktik negara kolonial untuk menakluhkan sebuah bangsa yang tertindas, dan hal itu kebudayaan dari leluhur kolonial itu sendiri guna menghancurkan rakyat yang memiliki potensi sumber daya alam demi kepentingan akumulasi modal. Hari ini kalau terjadi ekspansi militerisme dalam skala besar ke Tanah Papua itu tanda bahwa bangsa ini sedang menuju kehancuran. Negara Kolonial Indonesia dari sejak 60-an sampai detik ini 2025 masuk, selalu mengunakan militer sebagai alat untuk melanggengkan penindasan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) Papua. Militerisme selalu mengunakan praktik – praktik pembungkaman ruang kebebasan berekspresi bagi masyarakat adat Papua ini juga merupakan kejahatan kemanusiaan dan memperkosa undang – undangnya sendiri tentang demokrasi.
Satu bentuk kejahatan kemanusiaan dan pembungkaman ruang hidup masyarakat adat Papua adalah pendoropan institusi TNI 400 personil ekspansi ke wilayah Masyarakat Anim-Ha di Merauke Pada hari Minggu 03 November 2024 lalu, dan meluncurkan alat berat sebagai sarana Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Distrik Kurik dan Distrik Ilwayab Kabupaten Merauken Provinsi Papua Selatan. Dari sini kita bisa menilai bahwa setiap ekspansi militerisme TNI/POLRI memasuki wilayah Papua dengan tujuan untuk melindungi setiap Perusahaan, dan kita bisa mengatakan Negara menjadikan militer sebagai anjing penjaga kebun tuannya.
Selain militerisme menjaga kebun sih Kapitalis, ia juga membungkanruang kebebasan berekspresi bagi masyarakat adat dan mengancam eksistensi kehidupan secara terustruktur, sistematis, dan massif. Kehadiran militerisme dalam skala besar di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN), sudah tentu masyarakat Merauke terintimidasi secara langsung karena watak militerisme Indonesia yang selalu melanggengkan kejahatan kemanusiaan / pelanggaran HAM dari waktu ke waktu.
Fakta Perampasan Tanah Adat di Merauke
Kita telah mengetahui bersama bahwa data yang di keluarkan oleh Yayasan Pusaka Bantala (PUSAKA 2024) bahwa tanah yang di rampas oleh perusahaan Cetak Sawa, Tebu, dan Pembuatan Saluran Irigasi 2.000 juta hektar ini tanpa ada mufakat bersama masyarakat adat sebagai ahli waris Tanah.
Proyek Pengembangan perkebunan Tebu dan Bioethanol yang di kelola 10 perusahaan dengan lahan seluas 500 hektar.
Proyek Optimalisasi Lahan (OPLAH) melalui mekanisme pertanian saluran Irigasi, pembersi alat mesin pertanian (ALSINTA) di 6 Distrik Yakni; Distrik Kurik, Distrik Tanah Miring, Merauke, Semangga, Jagebob, dan Malind dengan lahan seluas 400 hektar, yang di kelola oleh Kementrian Pertanian, pemerintah daerah, TNI Petani dan Mahasiswa Polbangtan.
Proyek Cetak Sawah baru di kelola Kementrian Pertahanan dan Kementerian Pertanian, dengan lahan seluas 1.000 juta hektar pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan.
Dan ini salah satu bukti dari pada kejahatan kemanusiaan dengan kekuatan Militer TNI/POLRI merampas hak atas Tanah Masyarakat adat yang selalu hidup bergantung pada hasil ola Tanah dengan cara tradisional mereka. Kita menilai dan bisa mengatakan bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) yang di luncurkan oleh Negara Kolonialisme Indonesia ini merupakan salah satu produk kejahatan kemunusiaan untuk rakyat Papua.Rakyat Papua memiliki rekam jejak pelanggaran HAM cukup banyak yang di lakukan oleh Negara Indonesia, maka rakyat melihat setiap produk Kolonial adalah kejahatan kemanusiaan, bukan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat. Rakyat Papua di Merauke masih eksis menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) karena mereka tahu isi dari pada produk (PSN) adalah kejahatan, dan mereka juga sudah lama mengetahui dengan proses panjangnya industrialisasi di tanah Papua yang selalu mengancam eksistensi kehidupan mereka.
Argumentasi Hukum Masyarakat Adat Menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke Papua.
Argumentasi Hukum masyarakat adat “PAPUA BUKAN BUKAN TANAH KOSONG! ANIM-HA BUKAN TANAH KOSONG!” Masyarakat adat Merauke menolak dengan argumentasi itu karena mereka adalah ahli waris tanah Anim-Ha, Tanah Anim-Ha Merauke yang di miliki oleh manusia berkulit hitam rambut keriting, ras Negroid, rumpun Melanesia Bangsa West Papua. Marga mereka adalah sertifikat asli yang tidak bisa di gangu gugat dengan dalil apapun, baik itu kepentingan Negara sekalipun.
Undang – undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok – pokok agrarian (UUPA) mengatur perlindungan tanah adat, undan – undang ini juga mengatur hak ulayat masyarakat Adat.
Berikut ini beberpa hal yang di atur dalam (UUPA):
Menghapus perbedaan antara hukum perdata belanda terkait pertanahan. Memastikan kepastian hukum dengan mengatur penndaftaran tanah. Mengatur hak milik atas tanah sebagai hak turun – temurun,memberikan mandate untuk mendaftarkan seluruh tanah adat milik masyarakat adat.
Selain UUPA, perlindungan tanah adat juga di atur dalam pasal 18 B UUD 1945. Pasal ini mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat dan hak – hak tradisional.
Kita telah ketahui bersama bahwa ada hukum kolonial Indonesia yang melindungi hak – hak tanah masyarakat adat, namun hukum itu tidak berlaku di atas tanah Papua. Ada Hukum namun terlihat diskriminasi terhadap masyarakat adat terlebih khusus di Tanah Papua karena fakta tidak melindungi hak atas tanah adat. Hukum Kolonialisme Indonesia berpihak pada kaum kapital demi kepentingan akumulasi modal, dan hukum akumulasi modal tidak peduli dengan hukum adat di tanah Papua. Hukum di jual belikan antra para investor, pemerintah, dan hakim yang memiliki kuasa hukum Negara kolonialisme Indonesia. Mereka ini saling menguntungkan tanpa memikirkan hak hidup masyarakat adat Papua dan 3 pecundang ini merusak moral hukum republic Indonesia. Kita juga bisa mengatakan bahwa mereka ini actor yang memperkosa undang – undang agrarian yang melindung hak – hak tanah masyarakat Adat.
Tantangan dari Proyek Strategis Nasional (PSN) ini yang akan di Alami oleh Masyarakat Adat Anim-Ha / Merauke.
Dampak Sosial
Masyarakat adat Merauke mengalami kehilangan tanah 2.000 juta hektar ini tentu mereka terancam hak atas hidup.
Proyek Strategis Nasional tentu mengantikan pangan local ke pangan korporasi demi kepentingan akumulasi capital.
Proyek Strategis Nasional (PSN) ini masuk merusak relasi sosial bagi masyarakat Adat Merauke.
Merusak struktur Sosial bagi masyarakat adat. PSN juga tentu memusnakan pengetahuan – pengetahuan adat
Ekspansi militerisme (TNI/POLRI) dalam skala besar tentu membungkam ruang hidup masyarakat adat dengan dalil keamanan dan ketertiban wilayah konservasi perusahaan.
Ekspansi militerisme justru memperburuk kebebasan ruang hidup masyarakat Adat Anim-Ha Merauke
Normalisasi perkawinan di antara masyarakat adat setempat dengan TNI yang bertugas di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke / Anim -Ha, masyarakat adat kehilangan alat – alat bangunan tradisional kanera deforestasi hutan yang massif di wiayah merauke tempat dimana Proyek Strategis Nasional (PSN) beroperasi.
Memusnakan seluruh makhluk binatang yang berada di wilayah konservasi. Perusaan juga sudah pasti menciptakan Konflik sosial diantara masyarakat adat merauke / Anim-Ha
Dampak Iklim
Temapt dimana perusahaan beroperasi tentu membuat polusi yang buruk akibat dari perusahaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke/ Anim-Ha. Pembuangan limba tanpa memikirkan hak atas hidup dan kesehatan mental bagi masyarakat adat setempat
Setiap sungai sudah tentu tercemar dari perusahaan Proyek Strategis Nsional (PSN) Food Estate. Pemanasan iklim akibat operasi perusahaan, suhu air laut terus naik setiap detik. Bencana alam dapat terjadi akibat dari kerusakan lingkungan hidup yang semakin para. Hutan lindung dan Konservasi yang di deforestasi sangat luar biasa demi kepentingan perusahaan Tebu dan Sawa melalui Program Nasional, dalam hal ini Proyek Strategis Nasional (PSN). Menghisap dan merusak sari sari tanah tempat perusahaan beroperasi. Batas – batas planet bumi krisis.
Masyarakat Adat mengalami kegagalan panen karena banjir yang mengakibatkan kerusakan hutan,bencana kelaparan bagi masyarakat adat karena kehilangan hak atas tanah,kehilangan obat – obatan tradisional yang sering masyarakat adat gunakan untuk mengobati kesakitan,kehancuran tempat ritual – ritual adat sebagai kepercayaan tradisional bagi masyarakat adat Anim-Ha / Merauke mengalami kehancuran kepercayaan tradisioanl bagi masyarakat Adat dan tentu masyarakat adat mengalami krisis banyak hal ketika perusahaan mulai beroperasi.
Rekomendasi atas Perampasan Tanah Masyarakat Adat di Merauke
Uskup Mgr. Petrus Canisius Mendagi. MSC. Penjahat bagi Umat di Keuskupan Merauke, agar segera bertnggung jawab atas pernyataan yang memberikan legitimasi kepada program Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke. Negara segera membatalkan Program Pembangunan 5 KODIM di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke. Negara Indonesia agar Segera Tarik TNI 400 personil yang di drop ke Merauke demi kepentingan melindungi perusahaan.
Kami tujukan Kepada seluruh LSM dan Organisasi revolusioner progresif yang berada di Indonesia dan lebih khsus di Tanah Papua, agar segera membangun kesadaran masyarakat adat dengan kritis. Kami yakin bahwa ketika masyarakat adat memiliki kesadaran kritis, tentu menolak segala bentuk investasi dan kepentingan lain di Tanah Papua.
Kami juga sarankan kepada seluruh LSM dan organisasi Revolusioner agar mengawal setiap kasus perampasan adat dan perampokan sumber daya alam untuk mencabut izin investasi di atas tanah Papua, pada khususnya di PSN di merauke. Kami meminta kepada seluruh NGO/LSM di Tanah Papua bangung koalisi bersama untuk mengawal kasus perampasan tanah 2.000 hekta di Merauke agar proses hukum berjalan dengan cepat, dan mencabut izin perusahaan. Apa bilah seluruh usul saran dan proses advokasi persoalan tidak berjalan dengan baik, maka bangun kesadaran revolusioner kepada masyarakat adat untuk memimpin pemerontakan merebut Kemerdekaan West Papua.