Melanesiatimes.com – Politik bukankah sekadar peran, melainkan sebuah panggilan yang menuntut integritas. Namun, sering kali dalam menjalani peran tersebut, seseorang bisa kehilangan nuraninya. Padahal, nurani adalah cahaya yang menuntun setiap langkah menjadi berarti bagi sesama.
Dalam dunia politik, nurani adalah fondasi yang memastikan setiap kebijakan dan keputusan memuliakan manusia.
Sebagai generasi penerus (baca: anak muda), kami berharap mendapatkan edukasi politik yang baik, edukasi yang bukan hanya berbentuk teori atau retorika, tetapi mampu membangkitkan kesadaran akan tanggung jawab besar terhadap bangsa dan negara.
Dengan pembekalan ini, kami yakin bahwa tujuan politik yang dirintis oleh para pendahulu dapat kami lanjutkan dan wujudkan sesuai dengan harapan serta perjuangan mereka, dalam hal ini adalah para pendahulu atau pelopor eksistensi _(the founding fathers)_ bangsa ini.
Sesungguhnya, politik adalah jalan yang mulia. Berpolitik dengan demikian sejatinya merupakan tujuan menjaga ritual bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar tetap harmonis dan bermartabat. Dalam politik yang sesungguhnya, terdapat semangat pelayanan, keadilan, dan kemaslahatan bersama sebagai sesuatu yang tidak boleh hilang dari esensinya.
Melampaui Ritual Formal
Esensi politik dan demokrasi terletak pada kemampuannya untuk menciptakan tatanan sosial yang adil inklusif. Demokrasi idealnya menjadi ruang di mana semua pihak dapat berpartisipasi tanpa terkecuali. Jika demokrasi hanya dijadikan alat atau medium untuk mencapai kekuasaan tanpa menghargai substansi nilai-nilainya (the values), maka ia akan kehilangan makna.
Sebagaimana menyitir Jürgen Habermas, seorang filsuf dan pemikir dari Jerman itu, bahwa demokrasi tidak hanya menyangkut prosedur memilih, tetapi sekaligus tentang proses diskusi publik (public discussion) yang rasional, kritis dan terbuka. Habermas menempatkan diskursus publik (public discourse) menjadi inti dari demokrasi, di mana kebijakan yang diambil harus didasarkan pada argumentasi yang dapat diterima oleh semua kalangan. Ia menyebut proses tersebut sebagai demokrasi deliberatif (deliberative democracy).
Di samping itu, tentu tidak dapat dimungkiri juga bahwa tantangan yang dihadapi demokrasi saat ini sangatlah kompleks. Praksis politik yang terlampau pragmatis seringkali mendistorsi esensi dari demokrasi menjadi sekadar perkakas untuk memanipulasi publik demi kepentingan kelompok tertentu.
Hal ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi itu sendiri. Oleh sebabnya, menjaga integritas proses politik menjadi sesuatu yang penting bagi semua elemen masyarakat agar demokrasi tidak hanya sekadar sebagai ritual formal, tapi lebih dari itu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat yang sesunggunya.
-Sebuah Pesan-
Dalam konteks Indonesia, demokrasi harus dipandang sebagai bagian dari identitas kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai musyawarah dan mufakat sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Menjaga esensi demokrasi berarti menjaga nilai-nilai Pancasila tetap hidup dalam praktik politik sehari-hari. Demokrasi yang sehat akan melahirkan peradaban yang kuat, di mana keberagaman dihormati dan kepentingan bersama menjadi prioritas.
Izinkan saya mengutip pesan mendalam dari abang sekaligus senior saya: “Tidak ada kata pesta dalam demokrasi. Sebab, ujung dari sebuah pesta seringkali ada kekacauan. Karena demokrasi bukanlah pesta, melainkan ritual peradaban kebangsaan. Selayaknya ritual, ia merupakan peribadatan yang dijalani dengan khusyuk, penuh pengharapan, serta ketulusan dalam perbuatan dan kata. Ritual demokrasi diawali dengan pensucian jasmani dan rohani.”
Demokrasi bukan sekadar serangkaian prosedur politik, tetapi sebuah perjalanan spiritual dan kolektif untuk meraih cita-cita kebangsaan. Ia mengajarkan kita untuk mendengar dengan hati, bertindak dengan tulus, dan bertanggung jawab atas amanah yang diemban.
Dengan demikian, menjaga esensi politik dan demokrasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau elit politik, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Demokrasi yang sejati membutuhkan partisipasi aktif, komitmen terhadap nilai-nilai moral, serta kesadaran akan pentingnya keadilan sosial.
Hanya dengan cara inilah demokrasi dapat berfungsi sebagai ritual peradaban yang membawa kemajuan, bukan sekadar formalitas yang kehilangan makna.
Semoga kita semua mampu menjaga nurani dan menjadikan politik sebagai bentuk pengabdian yang membawa kebaikan. Mari berjuang bersama untuk menciptakan bangsa yang adil, bermartabat, dan sejahtera. Karena sesungguhnya, politik yang benar adalah politik yang tidak kehilangan jiwa.
Salam sehat.
Oleh: Rani Yati Ngabalin
______________________________
*) Mahasiswa Magister Komunikasi Politik, Universitas Paramadina Jakarta, _Founder_ Perempuan Milenial Hebat (PULIH).