Melanesiatimes.com – Dana desa, digagas sebagai program mulia untuk mendorong kemajuan dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan, kini tercoreng dengan maraknya kasus penyalahgunaan dana desa di Kabupaten Raja Ampat. Fenomena ini tak hanya menghambat pembangunan desa, tetapi juga membuka celah bagi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang semakin merajalela.
Penggelapan dana desa, yang kerap melibatkan korupsi, mark-up anggaran, dan praktik curang lainnya, tindakan-tindakan ini merupakan upaya mencuri uang rakyat. Dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, guna membangun infrastruktur dan suprastruktur, meningkatkan kesejahteraan, dan memajukan desa, malah dinikmati sekelompok orang tertentu.
Parahnya, dana hasil korupsi ini tak kunjung di periksa oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Upaya pencucian uang ini dilakukan untuk menyembunyikan asal-usul dana haram dan membuatnya seolah-olah legal. Hal ini tak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat di desa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan dasar hukum untuk pemberantasan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Koordinasi dan pengawasan terkait dana desa sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dana desa.
Penyalahgunaan dana desa sering ditemui di kabupaten Raja Ampat baru-baru ini beredar berita tentang Oknum Eks Kades di Kampung Meosmanggara Distrik Waigeo Barat Kepulauan yang menggelapkan anggaran desa sebesar 566 juta dilansir dari Tribunsorong.com edisi 22 mei 2024 dan sejumlah Kades di distrik Misool Utara yang tidak transparan mengelola keuangan desa serta temuan Belanja Tak Terduga (BTT) dari oknum Pendamping Lokal Desa (PLD) saat melakukan evaluasi dan monitoring di Kampung Waigama dan Salafen Distrik Misool Utara.
Dampak dari penyalahgunaan dana desa tak hanya merugikan secara finansial. Kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah pun ikut terkikis. Desa yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan pemberdayaan, kini ternodai oleh praktik koruptif dan pencucian uang yang dilakukan oleh Oknum Aparat desa yang tidak bertanggung jawab.
Penegakan hukum yang tegas dan terukur menjadi kunci utama untuk memerangi penyalahgunaan dana desa. Aparat penegak hukum harus berani menindak tegas para pelaku, tanpa pandang bulu. Penataan, pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa juga menjadi langkah penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Masyarakat desa pun harus aktif dalam mengawasi dan melaporkan segala kecurigaan terkait penggunaan dana desa. Peran aktif masyarakat dalam membangun desa yang transparan dan akuntabel menjadi benteng kokoh dalam melawan korupsi dana desa di Raja Ampat.
Penyalahgunaan dana desa dalam tindak pidana pencucian uang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk minimnya kompetensi aparat desa, kurangnya transparansi dan pengawasan, serta adanya intervensi atasan. Upaya penanggulangan meliputi diklat, penguatan kapasitas pendamping desa, dan pengurangan campur tangan pemerintah daerah. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dana desa sangat penting untuk mencegah dan menghukum pelaku korupsi.
Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bahu membahu dalam memerangi penyalahgunaan dana desa dan mengantisipasi oknum pendamping desa maupun oknum kades yang berniat menggelapkan anggaran desa tersebut. Hanya dengan kerjasama dan komitmen yang kuat, desa-desa di Raja Ampat dapat terbebas dari jerat korupsi dan benar-benar menjadi pilar utama pembangunan nasional.