Melanesiatimes.com – Wacana kontroversial dari PDIP untuk menempatkan Polri di bawah kendali TNI atau Kementerian Dalam Negeri memancing reaksi keras dari berbagai pihak. Usulan ini pertama kali disampaikan oleh Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (28/11).
Deddy mengungkapkan, hasil sementara Pilkada Serentak 2024 menunjukkan kekalahan PDIP yang diduga akibat “pengerahan aparat kepolisian” yang ia istilahkan sebagai ‘parcok’ atau partai coklat.
“Kami sedang mengkaji kemungkinan mendorong agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali berada di bawah Panglima TNI atau Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy.
Menuai Kritik: Kemunduran Demokrasi
Pernyataan tersebut langsung memantik kritik tajam. Banyak pihak menilai, usulan ini merupakan langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia, mengingat Polri merupakan hasil reformasi pascarezim Orde Baru. Para pengkritik mengingatkan pentingnya menjaga semangat reformasi, sebagaimana tertuang dalam semboyan Jas Merah (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah), yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada pidato 17 Agustus 1966.
Reformasi menempatkan Polri sebagai lembaga independen di bawah presiden, memisahkannya dari TNI, untuk memastikan profesionalisme serta keberpihakan pada rakyat, bukan kekuatan politik tertentu.
Bhayangkara: Sejarah dan Filosofi Polri
Secara historis, Polri berakar dari filosofi pasukan Bhayangkara pada era Majapahit. Pasukan ini dibentuk oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit, untuk melindungi kerajaan dan penguasanya, Raja Jayanegara. Keberadaan pasukan ini tercatat dalam buku Sejarah Raja-raja Majapahit (2019) karya Sri Wintala Achmad.
Pasukan Bhayangkara memiliki ciri khas sebagai unit elit dengan fisik prima dan peralatan perang sederhana seperti pedang, tombak, panah, dan tameng. Mereka bergerak cepat dan senyap, tanpa menggunakan baju zirah. Struktur pasukan ini juga mencakup divisi mata-mata, infanteri, hingga pengawalan, mirip dengan unit militer modern.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi hingga Hayam Wuruk, Pasukan Bhayangkara mencapai puncak kejayaannya, dipimpin oleh tokoh legendaris Gajah Mada. Namun, selepas Perang Bubat, pengaruh pasukan ini mulai meredup.
Empat Prinsip Bhayangkara: Landasan Polri
Polri saat ini mengadopsi filosofi Catur Prasetya Bhayangkara, yang terdiri dari:
1. Satya Haprabu – Setia kepada pemimpin negara.
2. Hanyaken Musuh – Mengenyahkan musuh negara.
3. Gineung Pratidina – Mempertahankan negara.
4. Tan Satrisna – Bekerja sepenuh hati.
Prinsip ini diterjemahkan dalam tugas utama Polri, yakni menjaga keamanan, melindungi hak asasi manusia, menjamin kepastian hukum, dan menciptakan rasa damai di masyarakat.
Mengembalikan Polri di bawah TNI atau Kemendagri tidak hanya bertentangan dengan semangat reformasi, tetapi juga mengancam profesionalisme lembaga penegak hukum ini.
Sejarah panjang Polri sebagai penerus nilai-nilai Bhayangkara menegaskan pentingnya institusi ini berdiri independen demi menjaga keamanan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.