Melanesiatimes.com – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, pada Senin (2/12), menyampaikan kekhawatirannya terkait situasi di Gaza yang semakin memburuk. Menurutnya, Gaza kini mencatatkan angka amputasi anak per kapita tertinggi di dunia, dengan banyak anak yang harus kehilangan anggota tubuh dan menjalani prosedur medis tanpa anestesi.
Dalam sambutannya yang disampaikan pada konferensi kemanusiaan di Kairo, Guterres menyebutkan bahwa situasi di Gaza sudah mencapai titik kritis dan berada di ambang kehancuran. Ia memperingatkan bahwa kondisi yang dihadapi warga Palestina di sana berpotensi menjadi salah satu kejahatan internasional yang paling serius.
Guterres menyoroti betapa parahnya dampak konflik yang terus berlangsung di Gaza, dan menyerukan perlunya upaya internasional untuk memastikan bantuan kemanusiaan yang lebih efektif dan berkelanjutan. “Malnutrisi merajalela, kelaparan sudah di depan mata, dan sistem kesehatan yang runtuh. Gaza sangat membutuhkan dukungan internasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Guterres mengungkapkan bahwa Gaza kini mengalami “angka amputasi anak per kapita tertinggi di dunia.” Hal ini semakin memperburuk situasi yang dialami oleh warga, terutama anak-anak yang harus menghadapi trauma fisik dan psikologis yang mendalam.
Guterres juga mengecam ketatnya pembatasan terhadap pengiriman bantuan, yang menurutnya “sangat tidak memadai.” Berdasarkan data dari Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA), pada bulan lalu hanya ada 65 truk bantuan yang berhasil memasuki Gaza setiap hari, padahal sebelum konflik, jumlah tersebut bisa mencapai 500 truk.
Organisasi-organisasi bantuan internasional menyuarakan keprihatinan besar terhadap kondisi yang semakin memprihatinkan di Gaza. Mereka menyatakan bahwa warga sipil kini berada di ambang kelaparan, dengan pengiriman bantuan yang semakin sulit untuk diterima akibat blokade yang ketat.
Namun, Israel menanggapi masalah ini dengan menyatakan bahwa kesulitan dalam distribusi bantuan bukan disebabkan oleh blokade, melainkan ketidakmampuan organisasi bantuan dalam menangani jumlah bantuan yang besar.
Guterres menegaskan bahwa masalah ini bukan sekadar soal logistik, tetapi lebih pada “krisis kemauan politik dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional.” Ia menambahkan bahwa jika UNRWA terpaksa menutup operasinya, Israel akan bertanggung jawab atas kelanjutan layanan kemanusiaan di Gaza.
Philippe Lazzarini, Kepala UNRWA, dalam pidatonya di konferensi tersebut, menyatakan bahwa UNRWA tetap menjadi “tulang punggung kemanusiaan” di Gaza dan mendesak penggunaan kerangka hukum dan politik internasional yang kuat untuk memastikan bantuan dapat terus mengalir ke wilayah tersebut. “Tanpa dukungan ini, meskipun para pekerja kemanusiaan bekerja tanpa pamrih dan penuh keberanian, mereka tetap tidak akan mampu bertahan dalam memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan,” ujar Lazzarini.
Sementara dunia internasional terus menunggu langkah konkret, nasib warga Gaza semakin terpuruk, dan upaya untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah semakin mendesak.
#ReferensiRakyatMelanesia