Abdullah Kelrey (Founder Nusa Ina Connection)
Melanesiatimes.com – Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik semua manfaatnya, media sosial juga menjadi panggung besar bagi banyak orang untuk menunjukkan, secara terang-terangan, “kegoblokan” mereka baik secara sadar maupun tidak.
1. Fenomena Oversharing
Salah satu bentuk perilaku ini adalah oversharing, di mana pengguna membagikan detail pribadi yang sebenarnya tidak perlu diketahui publik. Dari konflik rumah tangga, data pribadi, hingga hal-hal sensitif yang seharusnya dirahasiakan, semua dilempar begitu saja ke media sosial. Padahal, tanpa disadari, ini berisiko menimbulkan masalah keamanan atau memperburuk citra pribadi mereka sendiri.
2. Percaya dan Sebar Hoaks
Media sosial sering kali menjadi sarang berita palsu. Tanpa melakukan verifikasi, banyak orang dengan mudahnya menyebarkan informasi keliru. Hal ini memperlihatkan kurangnya literasi digital di kalangan masyarakat. Ketika sebuah informasi palsu menjadi viral, dampaknya tidak hanya merugikan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
3. Berdebat Tanpa Dasar
Kolom komentar sering kali menjadi ajang debat kusir. Banyak pengguna media sosial dengan percaya diri mengutarakan pendapat tanpa dasar yang kuat, bahkan terkadang menampilkan ketidaktahuan mereka di hadapan publik. Lebih buruk lagi, komentar-komentar semacam ini sering diiringi dengan ujaran kebencian atau adu argumen tanpa solusi.
4. Kultur Flexing yang Berlebihan
Flexing atau memamerkan kekayaan dan gaya hidup mewah juga menjadi tren yang memprihatinkan. Di balik itu, banyak yang sebenarnya hanya menunjukkan “palsu-palsuan” demi pencitraan. Hal ini tidak hanya menimbulkan kesenjangan sosial, tetapi juga memperlihatkan sisi superficialitas seseorang.
5. Cyberbullying dan Toxic Behavior
Alih-alih memanfaatkan media sosial untuk hal positif, beberapa orang justru menjadikannya sarana untuk merendahkan, mengejek, atau mem-bully orang lain. Tindakan semacam ini tidak hanya mencerminkan kegoblokan, tetapi juga minimnya empati dan tanggung jawab sosial.
6. Kurangnya Self-Control
Banyak orang lupa bahwa apa yang mereka unggah di media sosial bersifat permanen. Posting berbau emosi sesaat, seperti amarah, cemburu, atau kekecewaan, bisa menjadi boomerang di masa depan. Jejak digital sulit dihapus, dan sering kali hal ini menjadi bukti nyata dari kurangnya kendali diri.
Bagaimana Kita Bisa Lebih Bijak?
Untuk menghindari perilaku semacam ini, penting bagi setiap pengguna media sosial untuk:
Meningkatkan literasi digital: Pahami cara memverifikasi informasi sebelum membagikannya.
Berpikir sebelum mengunggah: Tanyakan pada diri sendiri, apakah ini bermanfaat atau justru merugikan?
Mengontrol emosi: Jangan jadikan media sosial tempat pelampiasan masalah pribadi.
Memanfaatkan teknologi secara positif: Gunakan media sosial untuk belajar, berbagi inspirasi, dan menjalin koneksi produktif.
Media sosial adalah alat yang luar biasa jika digunakan dengan bijak. Namun, jika tidak hati-hati, kita justru bisa mempermalukan diri sendiri di hadapan publik. Maka, sebelum menunjukkan “kegoblokan” kita di media sosial, ada baiknya untuk berpikir dua kali. Karena apa yang kita unggah, mencerminkan siapa kita.
Tidak ada komentar