Melanesiatimes.com – Langkah hukum ditempuh oleh Tim Kuasa Hukum Abdul Faris Umlati (AFU)-Petrus (Arus) yang diwakili oleh Dr. Benedictus Jombang, SH., Yohanes Akwan, SH., MAP., dan sejumlah rekan lainnya, dengan secara resmi mendaftarkan gugatan di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Jakarta (06/11/2024).
Gugatan ini diajukan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya sebagai respons atas Surat Keputusan Nomor: 105 Tahun 2024, yang membatalkan pencalonan AFU sebagai calon gubernur.
Menurut tim hukum, keputusan KPU PBD ini cacat secara prosedural dan substantif, karena dianggap merujuk pada rekomendasi Bawaslu yang tidak memenuhi asas audi et alteram partem, yakni prinsip hukum yang mengharuskan setiap pihak diberi kesempatan yang adil untuk didengar.
Mereka menegaskan bahwa klien mereka, AFU, tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi dalam proses investigasi Bawaslu, yang seharusnya menjadi dasar pembatalan keputusan.
Pernyataan Tim Hukum: Kritik Tajam terhadap KPU dan Bawaslu
Dalam keterangannya, Dr. Benedictus Jombang, SH., mengungkapkan kekeliruan prosedural yang dilakukan KPU PBD. Menurutnya, keputusan yang dikeluarkan KPU mengabaikan hak konstitusional kliennya dan dianggap melanggar prinsip due process of law.
“Kami memandang bahwa KPU telah melakukan mal-administrasi dengan mengeluarkan keputusan pembatalan ini tanpa proses klarifikasi yang layak. Prinsip audi et alteram partem yang menuntut hak untuk didengar diabaikan sepenuhnya oleh Bawaslu, yang kemudian berdampak pada tindakan sepihak oleh KPU. Ini jelas melanggar hak konstitusional klien kami,” tegas Benedictus.
Selain itu, Yohanes Akwan, SH., MAP., menyampaikan kritiknya terhadap proses investigasi yang dilakukan Bawaslu. Menurutnya, Bawaslu melampaui batas waktu maksimal 14 hari untuk melakukan penyidikan dan menyampaikan rekomendasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Hal ini, lanjutnya, menjadikan rekomendasi tersebut cacat hukum (null and void), karena melanggar asas kepastian hukum.
“Batas waktu yang dilampaui Bawaslu membuat rekomendasi tersebut tidak sah secara hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat bagi KPU dalam mengambil keputusan. Kami berharap Mahkamah Agung bisa secara objektif menilai cacat prosedur ini serta memberikan putusan yang adil dan sesuai hukum,” jelas Yohanes.
Harapan atas Proses di Mahkamah Agung Melalui gugatan ini, Tim Kuasa Hukum Arus berharap Mahkamah Agung dapat membatalkan keputusan KPU PBD serta mengembalikan hak pencalonan Abdul Faris Umlati dalam kontestasi gubernur Papua Barat Daya.
“Kasasi ini bukan hanya untuk memperjuangkan hak Abdul Faris Umlati, tetapi juga untuk mengoreksi pelaksanaan hukum agar tetap berjalan sesuai asas-asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum bagi seluruh warga negara,” tutup Benedictus.
Langkah ini menjadi penegasan bahwa tim hukum Arus berkomitmen memperjuangkan hak-hak konstitusional kliennya melalui jalur hukum yang sah.
Tidak ada komentar