Melanesiatimes.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) telah mengambil langkah dengan membatalkan pencalonan Abdul Faris Umlati (AFU) sebagai Calon Gubernur untuk periode 2024-2029.
Keputusan ini disampaikan melalui Keputusan KPU Provinsi PBD Nomor 105 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Keputusan KPU Nomor 78 Tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pembatalan ini diumumkan dalam rapat pleno yang berlangsung di kantor KPU PBD di Kota Sorong pada malam hari, Selasa (05/11/2024).
Keputusan ini muncul di tengah ketegangan politik menjelang pemilihan yang semakin dekat. Abdul Faris Umlati, yang dikenal sebagai calon gubernur dengan nomor urut satu, mengaku belum menerima surat keputusan resmi dari KPU yang menjelaskan dasar pembatalan tersebut. Ia menyebutkan bahwa informasi yang diterimanya mengindikasikan bahwa keputusan ini didasarkan pada rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) PBD.
AFU menegaskan bahwa ia tidak pernah diperiksa oleh Bawaslu terkait masalah ini, meskipun lembaga tersebut telah memanggilnya dua kali. “Kami sudah meminta untuk menjadwalkan ulang karena bertepatan dengan acara kampanye tertutup,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada konfirmasi lebih lanjut dari Bawaslu mengenai klarifikasi yang diminta.
Dalam konteks ini, AFU menjelaskan bahwa ia telah diperiksa oleh Gakkumdu terkait laporan pidananya yang sudah naik ke tahap penyidikan.
“Saya sudah memberikan keterangan kepada Gakkumdu, dan mereka telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),” ungkapnya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan hukum yang dihadapinya seharusnya sudah dianggap selesai.
Menyikapi keputusan Bawaslu yang mengeluarkan rekomendasi untuk pembatalan pencalonan, AFU menyatakan bahwa persoalan ini hanya sebatas mis administrasi. Ia menilai bahwa seharusnya Bawaslu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap dirinya sebagai pihak terkait sebelum mengeluarkan rekomendasi tersebut. “Ini adalah keputusan yang sepihak,” tegasnya.
Afu menjelaskan bahwa pergantian itu hanya melalui penunjukan, tidak ada proses serah terima jabatan, sehingga yang bersangkutan itu hanya sebatas Plt.
“Saya berikan Plt karena Kepala Distrik yang lama lalai dalam menjalankan tugas, sehingga saya ambil keputusan untuk menunjuk kepala Distrik yang mau bekerja, tidak ada kaitannya dengan pilkada, ini murni masalah tugas dan tanggung jawab,” pungkas AFU.
Walaupun merasa dirugikan, AFU menyatakan bahwa ia menghargai keputusan hukum yang telah diambil.
“Sebagai warga negara dan calon gubernur, saya selalu menghormati hukum dan mekanisme yang berlaku dalam UU Pemilu,” katanya. Pernyataan ini menunjukkan sikap profesionalismenya.
Dalam langkah selanjutnya, AFU mengungkapkan bahwa tim kuasa hukumnya akan mengambil tindakan hukum melalui gugatan di Mahkamah Agung Republik Indonesia di Jakarta.
“Kami akan berjuang untuk hak kami dan memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ia juga mengajak para simpatisan, relawan dan pendukungnya untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.
AFU menekankan pentingnya menjaga harapan dan tujuan bersama dalam menghadapi situasi ini. “Saya berharap semua pendukung tetap bersatu dan mengikuti tahapan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur hingga tanggal 27 November 2024,” imbuhnya.
Pernyataan ini menunjukkan komitmennya untuk terus berjuang meski dalam kondisi yang dirugikan.
Keputusan KPU ini tentu akan menjadi sorotan publik dan menjadi bahan perdebatan di kalangan masyarakat Papua Barat Daya. Banyak yang mempertanyakan transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan, serta bagaimana keputusan ini akan mempengaruhi dinamika politik menjelang pemilihan mendatang.
Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan kepercayaan dalam proses demokrasi, terutama di daerah yang memiliki tantangan politik yang kompleks seperti Papua Barat Daya.
Tidak ada komentar