Melanesiatimes.com – Kampanye lawan hoax terus dilakukan oleh Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku di Kota Masohi pada, sabtu, (14/09/2024).
Giat kegiatan yang rutin disuarakan itu kali ini lebih banyak memusatkan perhatiannya pada kalangan milenial dengan menghadirkan banyak kaum muda yang mendominasi forum diskusi di see coffee pukul 15.30 WIT hingga menjelang magrib pukul 18.10 WIT.
Kepala Diskominfo Malteng Chorneles Soparue, S.Pi., M.Si., yang hadir untuk memberikan penyampaian materi seputar kegiatan tersebut mengapresiasi kehadiran kaum muda sebagai bentuk kepedulian melawan segala bentuk hoax dan ujaran kebencian yang ramai dijumpai di media sosial.
“kita sudah beberapa kali berdiskusi, tapi sekarang saya respect karena ada banyak dari kalangan anak muda yang hadir untuk mengikuti acara kita di sore hari ini,” kata Soparue membuka pembicaraan.
Pribadi yang baru tujuh bulan menjabat Kadis Kominfo Malteng ini juga mengatakan bahwa ruang-ruang diskusi yang membahas seputar informasi dan komunikasi seperti yang dilakukan YPPM Maluku sangat dibutuhkan oleh Diskominfo.
“apalagi perkembangan teknologi hari ini, disadari atau tidak tapi semua orang bisa dengan mudah mengakses informasi dan komunikasi mengenai apa saja di media sosial,” ujarnya.
Sejauh ini kampanye mengenai bahaya menyebarluaskan berita hoax atau berhenti melakukan ujaran kebencian sudah beberapa kali digaungkan oleh YPPM Maluku, dan ini sangat positif untuk maluku tengah.
Misalnya pada forum diskusi serupa di edisi sebelumnya dimana YPPM Maluku juga diketahui menghadirkan pemateri lain dari unsur kepolisian dalam membahas persoalan yang sama serta ancaman hukuman bagi pelakunya di lihat dari sisi undang-undang no 11 pasal 45 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 dengan pidana 6 tahun penjara dan/atau denda 1M.
Data yang disajikan polres malteng terkait jenis hoax yang banyak beredar juga menunjukkan jika persoalan sosial politik menduduki peringkat pertama dengan presentase sebanyak 91,80%.
Kemudian disusul hoax sara 88,60%, kesehatan 41,20%, makanan dan minuman 32,60%, penipuan keuangan 24,50%, iptek 23,70%, berita duka 18,80%, candaan 17,60%, bencana alam 10,30%, dan hoax seputar lalu lintas sebesar 4%.
Sehingga untuk menghindari penyebarluasan informasi hoax atau ujaran kebencian yang banyak terjadi di media sosial, menurut Soparue “ialah dengan bijak dalam berkomunikasi, terlebih saat berhubungan aktif menggunakan jejaring media sosial,” ucapnya berpesan kepada kaum muda. (HUAT)