Melanesiatimes.com – Kepercayaan yang salah, akan melahirkan pikiran yang salah dan tindakan yang salah. Sebaliknya kepercayaan yang benar, akan melahirkan pikiran yang benar dan tindakan yang benar. Selasa (14/05/2024)
Ketika Presiden Jokowi berkuasa tahun 2014, dan beliau datang langsung ke LP Abepura pada bulan Mei 2015, untuk bertemu dengan para tahanan dan narapidana politik orang asli Papua ( OAP), lalu secara langsung meminta maaf dan memberikan grasi kepada tahanan politik Papua Merdeka, timbul harapan bahwa Memoria Passionis ( ingatan penderitaan kolektif ) OAP akan masa lalu yang kelam, akan diselesaikan di era Presiden Jokowi.
Harapan tersebut belum terwujud. Presiden Jokowi memiliki komitmen selesaikan Memoria Passionis OAP, tetapi tidak mudah untuk mewujudkannya. Sulitnya selesaikan Memoria Passionis OAP, merupakan dilemma seorang Presiden dari kalangan sipil di Indonesia.
Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto yang menggantikan Presiden Jokowi, adalah Presiden dari kalangan militer. Masalah Memoria Passionis OAP berkaitan langsung dengan kepentingan militer di Papua.
Orang Papua dan semua penggiat HAM di Indonesia dan di komunitas global, semua memiliki asumsi dan kepercayaan yang sama. Presiden Prabowo tidak akan mampu selesaikan Memoria Passionis OAP dan justru kemungkinan akan memperpanjang ingatan penderitaan kolektif OAP.
Sekali lagi, kepercayaan yang salah akan melahirkan tindakan yang salah. Ketika kita percaya bahwa seseorang yang diduga tanganya perna berdarah atas orang Papua, tidak akan bisa mampu menghapus jejak darahnya di Papua, maka kepercayaan tersebut bukanlah kebenaran mutlak dan absolut.
Injil adalah kebenaran mutlak dan absolut. Papua adalah tanah injil. Dalam injil, dikisahkan, Rasul Paulus adalah seorang pembunuh dan penganiaya umat Kristen. Tangan Rasul Paulus berdarah atas umat Kristen. Tetapi ketika Rasul Paulus mengalami ” Metanoia ” maka dia mampu menyembuhkan luka hati umat Kristen saat itu, dan menginspirasi umat Kristen untuk berani memberitakan injil.
Dari peristiwa ” Metanoia ” yang dialami Rasul Paulus, pada akhirnya 19 abad kemudian, injil bisa sampai dan tiba di tanah Papua, 5 februari 1855. Sejarah di dunia dan di Papua secara khusus, akan selalu berulang.
Kisah Presiden Prabowo juga mengalami proses ” Metanoia ” dalam hidupnya. Dari seorang rising star militer di era Orde Baru, tiba – tiba dicampak dan direndahkan. Menjadi seorang pecundang dan seorang buangan atau pelarian di negara orang.
Dari seorang yang berkarakter sombong, angkuh, merasa diri hebat dan lebih pintar serta berpengalaman dari seorang Jokow Widodo, dan mengganggap mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta tersebut bukan lawan tangguh dalam kontestasi Pilpres tahun 2014, justru dipermalukan dan dikalahkan Presiden Jokowi di dua kali Pilpres.
Prabowo kemudian diajak Presiden Jokowi untuk ikut bergabung dalam ” house of restoration ” kabinet kerja Presiden Jokowi – Maruf Amin. Selama dekat dengan Presiden Jokowi dan melihat karakter dan sikap hati Presiden Jokowi dalam menghadap lawan – lawan politik dan para pembencinya, Presiden Prabowo mengakui bahwa dia telah mengalami proses ” Metanoia ” dalam hidupnya.
Presiden Prabowo mampu dan sukses berdamai dengan dirinya dan masa lalunya. Dia telah mengalami proses ” Metanoia ” sehingga orang – orang yang dulu memecatnya, menjatuhkanya, merendahkannya, menghinanya, membuangnya, tidak lagi dia ingat – ingat perbuatan mereka dan berniat untuk balas dendam.
Presiden Prabowo merangkul mereka. Mengajak mereka bekerja sama dan berkolaborasi membangun bangsa Indonesia ke depan. Presiden Prabowo adalah orang yang sudah selesai dengan Memoria Passionis dalam dirinya.
Seorang pemimpin yang sudah sukses menyelesaikan Memoria Passionis dalam diri, adalah seorang pemimpin yang bisa dipercayai untuk menolong orang – orang yang masih hidup dan terbelenggu dengan rantai penderitaan Memoria Passionis.
Karena itu, saya percaya bahwa Presiden Prabowo memiliki konsep untuk menyelesaikan persoalan Memoria Passionis orang Papua, dan membuat orang Papua Merdeka dan bebas dari belenggu penderitaan kolektif yang terjadi di masa lalu.
Presiden Prabowo memiliki tiga opsi kebijakan srategis. Pertama, mendorong terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( KKR) Papua, untuk melaksakan amanat undang – undang otsus Papua, agar bisa dijadikan instrumen penyelesaian memoria passionis orang Papua.
Kedua, membentuk tim kecil ‘ peace solution team ” dengan tugas utama membuka ruang – ruang dialog dan komunikasi secara damai dan bermartabat dengan para korban pelanggaran HAM masa lalu, keluarga korban dan para pihak yang masih berseberangan kepercayaan dan pemikiran dengan negara.
Ketiga, Presiden Prabowo sendiri turun langsung berdialog dengan para korban, keluarga korban, dan kelompok – kelompok pendukung Papua Merdeka. Presiden Prabowo memiliki kemampuan untuk membuka ruang – ruang dialog dan konsolidasi diiantara tokoh – tokoh bangsa di Jakarta, yang selama ini tersumbat dan membeku, sehingga saya optimis dan percaya bahwa Presiden Prabowo akan berani membuka ruang dialog damai dan bermartabat dengan kelompok – kelompok Papua Merdeka di Papua dan di luar negeri.
Akhir kata, Memoria Passionis adalah hantu yang akan selalu menghantui perjalanan hidup orang Papua. Presiden Prabowo sudah selesaikan Memoria Passionis dalam dirinya. Sehingga di pundak Presiden Prabowo, harapan untuk melihat orang Papua dibebaskan dari cengkraman hantu Memoria Passionis, terbuka dan terbentang dengan lebar.