Melanesiatimes.com – Aksi demonstrasi Mahasiswa terkait masalah pembegalan dikota sorong, yang memakan korban jiwa salah satu Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Sorong (Unamin), Rabu (08/05/2024).
Ketua Umum HMI cabang Sorong mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian Kota Sorong dalam menangani demonstrasi mahasiswa, hari Rabu (08)
Dalam pernyataannya, Ketua Umum HMI cabang Sorong menyoroti ketidaktahuan aparat kepolisian akan Fungsinya, atau mungkin justru perlakuan premanisme yang diberikan kepada mahasiswa.
Kita ketahui bersama bahwa Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002, mencakup memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian justru bertentangan dengan prinsip tersebut.
“Sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, Indonesia memberikan jaminan atas hak untuk menyatakan pendapat, yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, maraknya demonstrasi menandakan bahwa pembatasan kebebasan berpendapat di muka umum telah menimbulkan citra buruk bagi aparat kepolisian di mata masyarakat.
Demonstrasi ini adalah respon mahasiswa terhadap kasus pembunuhan mahasiswa UNAMIN Sorong berinisial FS di kompleks Malanu dan juga beberapa kasus kriminal lainnya yang menyebabkan massa aksi dari Mahasiswa dan organisasi kepemudaan (OKP) Cipayung memadati jalanan Kota Sorong, Papua Barat Daya, menuntut kejelasan dan keadilan atas kasus tersebut.
“ketika massa aksi tiba di depan kantor Polres Sorong Kota. Pihak kepolisian melakukan tindakan represif terhadap teman-teman mahasiswa, terutama terhadap beberapa kader kami yaitu (Zainuddin Madamar, Salihun Tella) Dan rekan-rekan dari GMNI, yakni Ketua GMNI kota Sorong.
“Oleh sebab itu, kami mendesak Kapolda Papua Barat untuk segera mengevaluasi dan mencopot Kapolres Kota Sorong karena dinilai tidak mampu untuk membina anggotanya dan mengajarkan tindakan humanis kepada demonstran,” tutup Abdul Kadir Loklomin.