Intoleransi Agama adalah Momok Pemecah Belah Bangsa

waktu baca 2 menit
Selasa, 7 Mei 2024 13:39 0 9 Ilham Saputra

“Intoleransi Agama adalah Momok Pemecah Belah Bangsa”  : Krens Betekeneng (Ketua BEM FH UBK)

Melanesiatimes.com – Sikap intoleransi adalah kecenderungan untuk tidak menerima atau menghormati perbedaan atau pandangan yang berbeda. Melihat Indonesia yang  merupakan negara yang kaya akan keragaman agama dan budaya, sangat di sayangkan bila di tengah keberagaman ini, masih terdapat kasus-kasus intoleransi agama yang terjadi di Indonesia. Intoleransi agama yang merupakan sikap atau perilaku diskriminatif yang dilakukan terhadap kelompok agama tertentu dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, penghinaan, diskriminasi hingga pengusiran dan pembubaran paksa.

Ironisnya dalam beberapa tahun terakhir kasus intoleransi agama di Indonesia semakin meningkat, dengan jenis kasus seperti pembubaran paksa disaat beribadah, sampai pelarangan Pembangunan tempat ibadah bagi kaum minoritas. Melihat semakin maraknya kasus intoleransi di Indonesia beberapa tahun ini, saya berpendapat bahwa negara kita tidak belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Kemudian, SIAPA YANG HARUS KITA SALAHKAN?

Pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo berulangkali menegaskan bahwa “tidak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia” dan “kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi” namun, ucapan tersebut selayaknya lips service yang hanya menunjukkan ketegasan normatif. Pada kenyataannya, tidak ada Langkah kongkrit dari pemerintah untuk menangani permasalahan ini. Dampaknya adalah praktik intoleran terus berkembang menjadikan intoleransi agama sebagai momok yang menakutkan bagi kaum minoritas.

Dengan demikian, untuk mengantisipasi dan sekaligus menanggulangi problematika kehidupan beragama dan demokrasi di Indonesia(konflik intoleransi), maka menurut hemat saya perlu langkah-langkah kongkrit yang harus di ambil dalam proses pengantisiasian dan penanggulangan permasalahan ini yaitu pertama: perlunya reorientasi pemahaman ajaran agama, dalam artian ajaran agama harus dipahami secara benar dan digali makna substansinya. Karena dimensi agama tidak hanya bersifat teosentris, melainkan juga sarat dengan dimensi sosiologis dan kosmologis. kedua, perlunya keberpihakan negara secara lebih serius, karna “Mengobati konflik yang berwajah agama sangat sulit dilakukan, karena konflik ini menimbulkan luka yang mendalam di masyarakat yang terlanda konflik” sehingga Pemerintah tidak bisa mentolerir segala bentuk intoleransi terhadap kebebasan beragama dan segala tindakan lainnya yang dapat memecabelah bangsa indonesia dan tidak sejalan dengan ideologi Pancasila.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Semua orang ingin dihargai, tapi banyak yang lupa untuk menghargai orang lain dulu." Hormat itu saling memberi, bukan cuma diminta.

"Orang bilang waktu adalah uang, tapi banyak yang menghabiskannya untuk hal sia-sia." Hargai waktumu, karena tidak ada toko yang menjual waktu tambahan.

"Kalau sibuk hitung rezeki orang, kapan sempat hitung bersyukur sendiri?" Rumput tetangga selalu hijau, tapi siapa tahu tanahnya beracun.

“Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang." Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!.

"Orang suka menilai kebahagiaan dari luar, tapi lupa bahwa senyuman juga bisa dibuat-buat." Jangan iri pada apa yang terlihat, karena yang tak terlihat sering kali lebih nyata.

"Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang."Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!

"Katanya teman sejati, tapi sinyalnya hilang pas kita butuh." Teman yang baik itu hadir, bukan cuma saat senang.

"Dia yang paling sibuk mengomentari, biasanya yang paling sedikit kontribusi" Pembenci akan terus bicara, meski kebaikanmu lebih nyaring dari suara mereka.

LAINNYA