Melanesiatimes.com – Terkait dugaan intervensi Presiden Jokowi terhadap mantan ketua KPK RI Agus Raharjo untuk memberhentikan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto yang disampaikan lansung oleh Agus kepublik menuai pro dan kontra.
Terbaru, Ketua DPRI RI Puan Maharani angkat suara soal peluang interpelasi DPR terhadap Jokowi dalam menyikapi pengakuan mantan ketua KPK itu.
Puan menyampaikan bahwa pihaknya menjunjung tinggi supermasi hukum, namun dia mengatakan usulan interpelasi merupakan hak masing-masing anggota dewan.
“Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar. Bahwa kemudian ada kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu, itu merupakan hak anggota,” Ujar Puan Maharani, dikutip Melanesiatimes.com, Sabtu (09/12/2023).
“Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak. Yang penting bagaimana supremasi hukum itu bisa berjalan secara baik dan benar,” sambungnya.
Untuk diketahui dalam menjalankan tugas dan fungsinya, khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR dibekali 3 (tiga) hak, yakni:
1. Hak Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Hak Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak Menyatakan Pendapat: hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
a. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
b. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
c. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.