Gegara Putusan Anwar Usman Soal “Karpet Merah Gibran”, Arief Hidayat Sampai Malu

waktu baca 3 menit
Kamis, 26 Okt 2023 00:49 0 10 superadmin

Melanesiatimes.com – Salah satu hakim, Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Arief Hidayat menilai bahwa saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tidak hanya di satu sektor saja, akan tetapi nyaris menyeluruh ke berbagai sektor.

“Saya mengatakan di berbagai sektor kehidupan bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu harus hati-hati betul,” kata Arief.

Hal ini diutarakan Arief saat berpidato dalam Konferensi Hukum Nasional bertema “Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi” yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jakarta Pusat, Rabu (25/10).

Arief juga menilai, bahwa kekuatan besar yang membuat Indonesia tidak baik-baik saja, bahkan ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara sudah jauh dari pembukaan UUD 1945 sehingga ia pun menilai justru situasinya lebih buruk jika dibandingkan dengan mara orde baru, yakni di pemerintahan Soeharto.

Diterangkan Arief, pada masa Orde Baru, masih ada pembagian kekuasaan berdasarkan teori trias politika, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang dipimpin oleh pihak yang berbeda-beda. Sementara saat ini, pihak yang memimpin seolah memiliki banyak kaki. Memiliki partai politik, media massa, hingga memiliki tangan-tangan kekuasaan di tiga lembaga tersebut.

“Dia juga sebagai pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan atau beberapa gelintir orang saja. Ini tidak pernah terjadi di zaman Soeharto, bahkan di zamannya Pak SBY belum nampak betul seperti di zaman sekarang,” ucap Arief.

Ia kemudian menyinggung masalah yang dihadapi Mahkamah Konstitusi baru-baru ini. Situasi itu pun sampai membuat hakim MK terbelah saat memutuskan gugatan uji materil.

“Saya sebetulnya datang ke sini, agak malu saya pakai baju hitam. Karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” ucapnya.

Ia kemudian menyinggung masalah yang dihadapi Mahkamah Konstitusi baru-baru ini. Prahara itu membuat hakim MK terbelah saat memutuskan gugatan uji materi.

“Saya sebetulnya datang ke sini, agak malu saya pakai baju hitam. Karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” ucap Arief.

Sekadar diketahui, bahwa MK tengah sorotan setelah mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10) yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Almas Tsaqib Birru.

Lewat putusan itu, Mahkamah memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Padahal, pada pagi hari yang sama, MK menolak tiga putusan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Saat memutus perkara tersebut, tampak 4 hakim konstitusi termasuk Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Menurut Arief, ia merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya. Salah satu keganjilannya yakni soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda. Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Dalam kesempatan sidang itu, Arief mengakui, bahwa lamanya penjadwalan sidang memang tidak melanggar hukum acara, baik yang diatur dalam UU tentang MK maupun Peraturan MK. Namun, penundaan berpotensi menunda keadilan.

“Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila,” kata Arief saat membacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Semua orang ingin dihargai, tapi banyak yang lupa untuk menghargai orang lain dulu." Hormat itu saling memberi, bukan cuma diminta.

"Orang bilang waktu adalah uang, tapi banyak yang menghabiskannya untuk hal sia-sia." Hargai waktumu, karena tidak ada toko yang menjual waktu tambahan.

"Kalau sibuk hitung rezeki orang, kapan sempat hitung bersyukur sendiri?" Rumput tetangga selalu hijau, tapi siapa tahu tanahnya beracun.

“Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang." Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!.

"Orang suka menilai kebahagiaan dari luar, tapi lupa bahwa senyuman juga bisa dibuat-buat." Jangan iri pada apa yang terlihat, karena yang tak terlihat sering kali lebih nyata.

"Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang."Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!

"Katanya teman sejati, tapi sinyalnya hilang pas kita butuh." Teman yang baik itu hadir, bukan cuma saat senang.

"Dia yang paling sibuk mengomentari, biasanya yang paling sedikit kontribusi" Pembenci akan terus bicara, meski kebaikanmu lebih nyaring dari suara mereka.

LAINNYA