Melanesiatimes.com – Bank Dunia merilis laporan baru tentang “Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama” pada Rabu (05/10), yang menguraikan kemajuan dalam perjuangan global untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem. Laporan itu menyebut pandemic virus corona sebagai titik balik bersejarah yang menghentikan pengurangan kemiskinan selama beberapa dekade.
Menurut Bank Dunia, sebuah lembaga pemberi pinjaman pembangunan internasional, pada tahun 2020 ada 71 juta lebih banyak orang hidup dengan $2.15 (Rp32 ribu) sehari atau kurang (tolok ukur standar baru untuk kemiskinan ekstrem), sehingga total keseluruhan menjadi 719 juta orang — sekitar 9.3% dari populasi global — dan menandakan lompatan satu tahun terbesar dalam lebih dari 30 tahun.
Baca juga : Kemiskinan dan Kebodohan di Buru Selatan Jadi Tontonan Publik
Analis Bank Dunia mengatakan situasinya sekarang menjadi lebih buruk karena perang Rusia di Ukraina, serta laju ekonomi Cina yang melambat, inflasi, dan kenaikan harga makanan dan energi semakin mengancam.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan laporan itu menyoroti perlunya reformasi kebijakan besar-besaran yang meningkatkan pertumbuhan. “Bank Dunia prediksi 7% populasi global akan hidup dalam kemiskinan ekstrem.”
Baca juga : Kampung Kumuh Muara Angke
“Kemajuan dalam mengurangi kemiskinan ekstrem pada dasarnya telah berhenti seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang lemah,” kata Malpass. Dia mengutip “inflasi, depresiasi mata uang, dan krisis tumpang tindih yang lebih luas” sebagai pemicu kemiskinan lebih lanjut.
Laporan tersebut mencatat bahwa tanpa kenaikan besar-besaran dalam pertumbuhan ekonomi, sekitar 574 juta orang — sekitar 7% dari populasi global — masih akan hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2030.
Baca juga : Konferensi Dunia Ekonomi Kreatif
Para ekonom mencatat bahwa 60% dari semua kemiskinan ekstrem dapat ditemukan di Afrika sub-Sahara, yang memiliki tingkat kemiskinan keseluruhan sebesar 35%.
Tidak ada komentar