Pilpres 2024, Defisitnya Politik Gagasan (?)

waktu baca 6 menit
Minggu, 20 Nov 2022 08:58 0 12 Ilham Saputra

Oleh Muharam Yamlean : (Mantan Ketua Umum Forum Pascasarjana UNJ)

“Politik adalah seni lembut untuk mendapatkan suara orang miskin dan dana  kampanye dari orang kaya, dengan berjanji untuk melindungi satu sama lain.” – Oscar Ameringer (1870-1943), seorang penulis dari Jerman.

Pemilu 2024 bukan tidak mungkin mulai ramai diperbincangkan di publik negeri ini pada hari-hari ini. Beberapa nama bahkan telah digadang-gadang sebagai bakal calon presiden (bacapres). Tentu saja tidak ujug-ujug dengan bermodalkan popularitas, mereka yang akan dicalonkan sebagai presiden Republik Indonesia tentu sudah harus memiliki reputasi dan gagasan tentang bagaimana membawa Indonesia menjadi negara maju, unggul dan sejahtera.

Pemilihan presiden adalah momentum politik yang penting untuk menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia ini ke depan. Oleh sebab itu, publik harus mengetahui dengan cermat dan tepat apa gagasan utama mereka para calon presiden dan wakil presiden yang diusung nanti? Apa yang akan dan telah mereka lakukan sepanjang riwayat sepak terjang mereka di ruang publik untuk kemajuan serta perubahan-perubahan penting bagi masyarakat? Sehingga percakapan mengenai calon kepala negara itu tidak hanya berkisar pada lip service semata atau sekadar gimick politik. Akan tetapi, lebih jauh dari itu tentang bagaimana arena politik pemilu terutama pemilihan presiden justru lebih dipertebal dengan terus bergulirnya politik gagasan (politics of ideas).

Pertunjukan demi pertunjukan sudah mulai dilakukan oleh para elite politik. Mulai dari bersafari demi mencari simpati publik, gaya berpakaian dan berbicara pun diatur sedemikian rupa untuk menampilkan diri mereka sebagai sosok yang merakyat, humble, humanis, dan lain sebagainya.

Apakah model politik yang digunakan pada pemilu 2014 dan 2019 yakni politik pencitraan, apa masih bisa menjadi jualan di pemilu 2024? Terlepas dari laris ataupun tidak direspons dan diapresiasi oleh publik, semuanya adalah bagian yang sedang berkembang dan cukup sulit untuk dihindari. Sebab kesemuanya itu bersifat melekat, berbasis pada rancangan skenario yang sudah disusun dan terus digencarkan dalam rangka menaikkan elektabilitasnya masing-masing.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Semua orang ingin dihargai, tapi banyak yang lupa untuk menghargai orang lain dulu." Hormat itu saling memberi, bukan cuma diminta.

"Orang bilang waktu adalah uang, tapi banyak yang menghabiskannya untuk hal sia-sia." Hargai waktumu, karena tidak ada toko yang menjual waktu tambahan.

"Kalau sibuk hitung rezeki orang, kapan sempat hitung bersyukur sendiri?" Rumput tetangga selalu hijau, tapi siapa tahu tanahnya beracun.

“Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang." Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!.

"Orang suka menilai kebahagiaan dari luar, tapi lupa bahwa senyuman juga bisa dibuat-buat." Jangan iri pada apa yang terlihat, karena yang tak terlihat sering kali lebih nyata.

"Cinta yang dipenuhi alasan hanya bertahan sampai alasan itu hilang."Cinta yang sejati bertahan tanpa perlu dicari alasannya!

"Katanya teman sejati, tapi sinyalnya hilang pas kita butuh." Teman yang baik itu hadir, bukan cuma saat senang.

"Dia yang paling sibuk mengomentari, biasanya yang paling sedikit kontribusi" Pembenci akan terus bicara, meski kebaikanmu lebih nyaring dari suara mereka.

LAINNYA