Melanesiatimes.com – Terorisme adalah sebuah ancaman nyata bagi kelangsungan hidup masyarakat, termasuk di Indonesia. Bahkan dalam sebuah catatan, dalam kurun waktu 21 tahun terakhir, setidaknya ada lebih dari 500 aksi terorisme berlangsung di tanah air.
Hal ini dipaparkan oleh Stanislaus Riyanta dalam sidang promosi doktor bidang Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) berjudul “Model Tata Kelola Kolaborasi dalam Pencegahan Terorisme di Indonesia” yang digelar di Auditorium Kampus FIA UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (28/6).
“Indonesia adalah negara yang belum bebas dari aksi teror. Selama tahun 2000-2021 tercatat terjadi 553 aksi teror di indonesia,” kata Stanislaus.
Bahkan sepanjang tahun terakhir ini, aksi teror ternyata belum surut, bahkan cenderung menunjukkan tren pengembangan. Bahkan lebih dari itu, kelompok yang menjalankan praktik-praktik terorisme selalu beradaptasi dengan keadaan yang ada.
“Aksi teror di Indonesia juga terus berkembang dan beradaptasi menyesuaikan keadaan, bahkan aksi teror tersebut melibatkan perempuan dan anak-anak,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia pun mendorong melalui materinya kali ini agar pemerintah membentuk sebuah formula yang tepat untuk mencegah terjadinya aksi-aksi terorisme di dalam negeri.
“Pencegahan terorisme menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh pemerintah, mengingat rentetan aksi teror yang terjadi menimbulkan banyak korban jiwa dan dampak lainnya,” tuturnya.
Selain itu, pengamat intelijen dan keamanan ini menuturkan agar pemerintah bisa bekerjasama secara aktif dengan semua stakeholder yang ada dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Pemahaman dan semangat yang sama dalam mengatasi persoalan terorisme harus benar-benar dilakukan, sehingga dalam praktik kinerja, narasi dan kesamaan berpikir bisa dijalankan dengan baik. Karena terorisme adalah musuh bersama.
“Pemerintah dan mitranya harus peka dalam penanganan terorisme, muncul ego sektoral dapat menghambat pencegahan terorisme,” tegasnya.
Perlu ada tambahan payung hukum
Dikatakan Stanis, pemerintah dan aparat penegak hukum saat ini memiliki senjata yuridis yang baik, yakni UU Terorisme. Sayangnya, UU tersebut belum cukup membantu untuk mencegah penyebaran paham radikalisme hingga terorisme kepada masyarakat. Karena perilaku mereka menurut Stanis, sudah tidak lagi melakukan pendekatan kekerasan seperti sebelumnya.
“Kita punya UU Nomor 5 tahun 2018, tapi kelompok teror ini tidak melakukan cara kekerasan untuk menggalang masa,” terangnya.
Oleh karena itu, ia mendorong agar ada payung hukum yang dapat melengkapi UU terorisme yang saat ini sudah ada, sehingga upaya penanggulangan terorisme bisa semakin maksimal.
“Ini membuat saya mengusulkan UU Perlindungan ideologi agar bisa melindungi masyarakat,” tandasnya.
Hadir dalam sidang promosi tersebut ; Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) periode 2020-2024 Prof. Chandra Wijaya, guru besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI (FISIP UI) Prof Amy Yayuk Sri Rahayu, Ketua Kompolnas RI sekaligus co-Promotor Benny Josua Mamoto, Lina Miftahul Jannah, Lisman Manurung, Riza Fathurrahman, Muhammad AS Hikam dan Fibria Indriati Dwi Liestiawati.