Aktivis Corong Rakyat : Kelompok Radikalisme Manfaatkan Sitnas Untuk Memojokkan Pemerintahan Jokowi

Melanesiatimes.com – Aktivis Corong Rakyat menilai bahwa keberadaan kelompok radikal, dan ormas terlarang di Indonesia telah memanfaatkan isu yang sedang memanas saat ini, mulai dari isu pro kontra IKN, tunda Pemilu, teroris, PT 0 persen, Papua, logo Halal dan kelangkaan Minyak Goreng untuk memperkeruh suasana dan sebagai upaya mendeskreditkan Pemerintahan Jokowi.

Bacaan Lainnya

“Kelompok-kelompok ini terus bergentayangan, dan sengaja untuk memperkeruh serta merusak suasana di Negeri ini,” tegas aktivis Corong Rakyat Ahmad.

Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Webinar “Politik Memanas Jelang 2024 (IKN, Tunda Pemilu, Teroris, Migor)” yang diselenggarakan oleh Corong Rakyat, Kamis (17/3/2022).

Menurutnya, kelompok-kelompok radikal dan ormas yang sudah resmi dibubarkan oleh Pemerintah ini terus berlawanan dengan kebijakan yang ada saat ini.

Mereka mencuci otak para pendukung-pendukungnya dengan narasi-narasi kebencian terhadap Pemerintah. Ini yang harus kita lawan. Ada misi kepentingan terselubung dibalik upaya mereka untuk memperkeruh suasana yakni kepentingan khilafah and the genk,” jelasnya.

Ditempat yang sama, Pengamat Politik IPI Karyono Wibowo mengatakan bahwa ada kelompok tertentu untuk memperjuangkan paham/ideologinya dengan mengubah Negara Indonesia menjadi khilafah Islamiyah.

“Dan itu ada, kalau kita lihat dari sejarah benih-benih ini sudah ada sejak sebelum Indonesia Merdeka. Ide ini terus terjadi hingga saat ini. Kelompok ini mengancam NKRI,” beber Karyono.

Terkait kelangkaan Minyak Goreng pun demikian diduga ada penumpang gelap untuk memuluskan tujuan tertentu. Makanya, Pemerintah didesak untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan masyarakat.

“Saya khawatir ini ada sabotase. Kalau di era Orba, sembako sengaja dibuang ke Laut dan secara teori ekonomi, dimana barang langka dan otomatis harga pun naik. Ini barang tidak ada tapi harga naik,” kata Karyono lagi.

Soal penundaan Pemilu, kata Karyono, tetap menjadi ancaman namun tidak sedahsyat kelangkaan Minyak Goreng. Dia memprediksi penundaan Pemilu akan meredah. Kecuali, ada situasi kondisi yang menjadi alasan kuat untuk menunda Pemilu seperti terjadi krisis ekonomi dan kekerasan.

Sementara itu, terkait kebijakan Pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim, Karyono mengaku sangat mendukungnya. Kata dia, wacana Pemindahan IKN itu sudah terjadi sejak pemerintahan Soekarno dan sudah beberapa kali melakukan pemindahan IKN saat perang melawan Belanda. Soekarno sudah merencanakan pemindahan di Kalimantan tengah dan sudah peletakan batu pertama dan tertunda sampai era SBY.

“Di era Jokowi ini karena situasi memungkinkan maka pemerintahan Jokowi serius untuk memindahkan IKN. Pemindahan IKN ini sebuah keniscayaan lebih banyak positif nya daripada negatif nya,” tambah Karyono.

Kata Karyono, akan ada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan semakin meningkat seperti di negara lain. Sebab, kata dia, selama ini terjadi kesenjangan wilayah dari barat sampai timur, dengan pemindahan IKN ini bisa memutuskan kesenjangan ini dan jarak kesenjangan semakin tipis.

“Menurut saya pemindahan IKN ini harus dilakukan, bahwa upaya ini ditentukan beberapa dampak berhasil dan tidak. Melihat negara lain yang berhasil melakukan pemindahan IKN bisa kita contoh,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta mengajak masyarakat Indonesia kompak memberantas dan mewaspadai kelompok radikal yang saat ini tersebar di setiap lini dan pelosok daerah. Sebab, kata Stanislaus, mereka, biasanya bergaul dengan Partai, unsur pemerintah dan bahkan polisi dan TNI.

“Idiologi Radikal ini bisa masuk kemana saja. Masuk ke BUMN, partai, menyusup. Tapi ada juga yang ASN, Polisi, ini terpengaruh. Bahkan ada Polisi berangkat ke Suriah, 3 bulan tewas. Ada yang masuk ke level Direksi juga. Jadi menyusup. Jadi tidak mengenal status ekonomi, pendidikan atau mereka yang berkerja di pemerintahan,” katanya.

“Jadi masalah utama, pemerintah dan masyarakat tidak dalam satu pemahaman yang sama. Jadi butuh kesadarah bahwa terorisme ini musuh bersama. Kalau tidak tercapai, itu sulit,” cetus Stanislaus lagi.

Terkait hal ini, Stanislaus mengapresiasi peran Detasemen Khusus (Densus 88) yang setiap hari menangkap dan memantau pergerakan kelompok radikal yang bisa membahayakan peraatuan negara.

“Harusnya kita berterimakasih kepada Densus karena ada ratusan orang yang ditangkap. Kalau tidak ada Densus apa jadinya negara ini. Jadi kerjaan Densus itu menurut saya sangat bagus sekali,” ujarnya.

Stanislaus menambahkan masyarakat perlu waspada karena pergerakan teroris dan kelompok radikal lainnya selalu beraksi menjelang puasa dan lebaran. Mereka menganggap aksi tersebut bernilai pahala yang berlipat-lipat ganda.

“Mereka selalu berpikir bahwa melakukan di bulan puasa itu amalanya selalu dilipatgandalan. Kemudian soal target dari catatan saya yang pertama dan paling banyak disasar itu adalah simbol asing, terutama milik Amerika. Jadi mari kita bersatu, terutama para pembuka agama untuk mengatakan bahwa paham Radikal tidak boleh berkembang di Indonesia,” sambungnya.

Stanislaus kembali membeberkan teori yang berkaitan terorisme, ketika negara menyebar titik vitalnya dari Jakarta ke Kalimantan maka peluang teroris akan menyerang itu akan semakin sulit dari berbagai kelompok yang menggangu kepemerintahan.

“Banyak sentimen yang muncul dari berbagai kebijakan yang dianggap salah, tetapi secara prinsip pemindahan IKN ini bagus dan meminimalisir tindakan terorisme,” pungkasnya.

Pos terkait