Melanesiatimes.com – Yogyakarta merupakan sebuah daerah istimewa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masih mempertahankan tata pemerintahan berbentuk kesultanan pemerintahan daerahnya. Pada jaman sebelum kemerdekaan, Yogya merupakan daerah dengan pemerintahan sendiri yang bergelar Kesultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
Wilayah ini memiliki tata kelola pemerintahan dengan sistem Kesultanan. Namun setelah Republik Indonesia merdeka, kedua pemerintahan ini bergabung dalam wilayah kesatuan RI dengan Undang – Undang Istimewa yang mengatur tata pemerintahan daerahnya.
Keluarga besar Abdoel Moethalib Sangadji memiliki hubungan emosional dengan kota ini selain Kalimantan dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia yang merekam giat perjuangan, pergerakan seorang anak bangsa dari timur Indonesia, Maluku. Good people, setelah jago toea berhasil menyebarkan seruan Indonesia Merdeka tahun 1945 serta mengobarkan panji² kebesaran, kemenangan Merah Putih , A.M.Sangadji pun ditawan hingga 1946, kemudian oleh pemerintah kolonial beliau dipindahkan ke penjara Cipinang, Batavia.
Di dalam majalah Mandau yang diterbitkan oleh Ikatan Perjuangan Kalimantan (IPK) di Yogyakarta (1948) Pak Sangadji, menceritakan “Keadaan kami ketika itu dalam penjara adalah sebagai dalam daerah merdeka, daerah Republik, di tengah² daerah musuh. Di sana ada pamong prajanya, ada polisinya, ada dokternya, ada kadi – nya dan terutama pemuda² sebagai prajurit yang menjadi isi tempat tahanan itu. (Wajidi, Jejak perjuangan A.M.Sangadji di Kalimantan).
Tahun 1947, Abdoel Moethalib Sangadji bersama tokoh² pemuda asal Kalimantan dibebaskan bersyarat oleh Belanda. oude heer ini pun langsung gerak cepat menuju tanah jawa yakni Yogyakarta dengan menggunakan jawatan kereta api dari stasiun pasar senen, tetapi apa yg terjadi dalam perjalanan itu A.M.Sangadji bersama pejuang² muda sebut saja Haji Oemar Dachlan, Ir. Tajuddin Noer, Dr. Abu Hanifah, Soewirjo, Dr. Diapar. dll. pergerakan nya selalu diintai oleh spionase polisi Belanda. Tuan Sangadji mengambli langkah seribu atas kesepakatan bersama mereka pun turun dari kereta dan mulai berjalan kaki dari Purwokerto menuju Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang kemudian masuk Yogyakarta.
Setelah tiba di Yogyakarta jago toea beserta rombongan pejuang lainnya diterima oleh pemerintah RI di Yogyakarta, dan menginap di hotel merdeka, kamar no. 16. jalan malioboro. salah satu bekas murid A.M.Sangadji berasal dari Gorontalo, Mahmud Latjuba namanya ketika tahun 1930 A.M.Sangadji mengunjungi Sulawesi Utara bersama tuan Tjokro, bekas murid ini banyak berjasa membantu perjuangan A.M.Sangadji di Yogya. Dari pak Mahmud Lajtuba, A.M.Sangadji pun menikahi seorang janda komisaris besar polisi (R. Sapardi Wignyopranoto). Dua sosok suami wanita Yogya ini dimakamkan bersebelahan di jalan Blunyah Gede, Sinduadi, Mlati, Sleman, atas arahan nenek eyang jawa.
Geliat juang Nasionalisme kebangsaan Jago toea A.M.Sangadji, pengaruhnya signifikan dan komprehensif. dimana daerah istimewa yang juga dijuluki kota pelajar tersebut menyimpan kenangan dan romantisme masa lalu AMS sarat akan makna. Keterangan Oemar Dachlan (jurnalis pewarta borneo) sekaligus sespri A.M.Sangadji berujar bahwa di akhir tahun 1947, A.M.Sangadji, diminta Presiden Soekarno menjadi penasihat delegasi Indonesia dalam perundingan di atas kapal USS.RENVILLE, setahun kemudian Soekarno melalui ketua BP – KNIP Mr. Asaat, diperintahkan mengumpulkan tokoh-tokoh sesepuh bangsa dalam rangka memperingati 40 tahun hari Kebangunan Nasional atau lazim kita sebut sekarang hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 1948 bertempat di Istana Agung Yogyakarta (lihat : dokumentasi sejarah ANRI).
Hemat saya, perjalanan /napak tilas sejarah begawan politisi pejuang – pejuang politisi sekaliber A.M.Sangadji tidak akan dilupakan oleh mereka yang memiliki kepekaan sosial tinggi atas nama nurani, rasionalitas, juga kemanusiaan. Tokoh Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Marthinus Deky asal NTT juga Bupati Kabupaten Alor ketika dipercayakan menjadi anggota DPR – GR Kotamadya Yogyakarta berhasil dengan gemilang menancapkan nama Jalan A.M.Sangadji yang dulu Jetisharjo, kini nama jalan putra terbaik Maluku itu akan dipindahkan ke kawasan kota administratif Yogyakarta sebab pada kawasan ini nantinya Pahlawan Revolusi Ahmad Yani juga akan dipindahkan kesini oleh pemkot Yogya.
Salah satu sesepuh masyarakat Maluku Yogya pak Haji Abdul Halim Tuasikal (pegawai ASN kantor Gubernuran Maluku di Yogya) pun demikian menjadi pelaku dan saksi sejarah ketika masa² pergerakan orang tua A.M.Sangadji di sana, pemuda Halim berasal dari negeri Ory, masih memiliki hubungan semenda (kekerebatan) dengan A.M.Sangadji. Saat itu Pak Halim acapkali bahkan tinggal bersama Gubernur Maluku Pertama Mr. Johannis Latuharhary, dan Ibu Gubernur Maluku Nyonya Et. Pattirajawane (putir raja negeri Kariu). orang orang hebat diatas merupakan representasi serta bagian integral dari kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah. setelah mendengar kabar meninggal dunia dari anak tiri A.M.Sangadji, Ibu Gubernur langsung menghubungi pemuda Halim Tuasikal untuk sesegera mungkin mewartakan berita duka tadi kepada tokoh² pejuang, warga masyarakat Yogyakarta dan paling penting kediaman Soekarno. Namun disaat itu Soekarno tidak berada di Istana. begitupun juga dengan Latuharhary, menurut penuturan pak Halim, Soekarno dan Latuharhary ditawan Belanda dalam masa pengasingan.
“Ibu Turut belasungkawa atas meninggalnya tuan Sangadji, namun Bapak (maksudnya Bung Karno) tidak ada di tempat dan ibu tidak punya apa – apa, Ibu hanya punya ini (satu kilogram garam dan satu bungkus roti kering) sebagai tanda belasungkawa”. (Ibu Negara Fatmawati)
Abdoel Moethalib Sangadji tewas tertembak oleh dua pria OTK (orang tak dikenal) yang diduga kuat PKI, pada tanggal 08 Mei 1949, pak Haji Halim yang memandikan, mengkafani, , hingga menurukan jenazah A.M.Sangadji ke liang lahat.
Foto ini merupakan hasil dokumentasi pribadi penulis buku A.M.Sangadji Menuju Indonesia Merdeka, cucu mantu, dan juga mantan ketua BPC HIPMI kota Ambon tahun 1995 (Sam Habib Mony) ketika berkesempatan mengunjungi Yogya mewawancarai pak Halim Tuasikal di kediaman A.M.Sangadji yang sudah menjadi asrama mahasiswa mahakam sekarang asrama putra kutai kertanegara sekaligus ziarah ke makam Tokoh Perintis Kemerdekaan RI Abdoel Moethalib Sangadji. (AlFatihah),
#MELAWANPENYAKITLUPA
#AMSANGADJIPAHLAWANNASIONAL
Tidak ada komentar