Peristiwa

Overcrowding di Lapas dan Rutan, Ini Rekomendasi PB HMI

35
×

Overcrowding di Lapas dan Rutan, Ini Rekomendasi PB HMI

Sebarkan artikel ini
Seminar Nasional PB HMI di Grand Cempaka Jakarta Pusat.

Melanesiatimes.com – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP) Periode 2021-2023 hari ini menyelenggarakan seminar nasional dengan bertemakan “Solusi Overcrowding Pada Lapas & Rutan di Indonesia”

Dalam kesempatan itu, PB HMI melalui Ketua Bidang PTKP, Akmal Fahmi menuturkan bahwa sebagai negara hukum, maka perlindungan hukum atas rakyat menjadi unsur esensial, Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga Negaranya. Menurutnya, Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga Negaranya sebagai manusia.

Dalam kesempatan yang sama, Lapas dan Rutan sebagai tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia, maka kelayakan huni pun juga harus diperhatikan secara cermat dan tuntas.

“Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara merupakan subsistem peradilan pidana. Rumah Tahanan Negara sebagai tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia,” ujar Ketua Bidang PTKP, Akmal Fahmi, Senin (20/12/2021)

“Sementara sistem pemasyarakatan dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai tempat pembuangan akhir diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi perbuatan jahat (tindak pidana). Sehingga ketika seorang warga binaan selesai menjalani masa hukuman dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, serta dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab,” tambahnya

Senada disampaikan, Gunawan Albima yang juga pengurus PB HMI menyatakan, dewasa ini banyak sekali problematika kebangsaan yang perlu di atensi untuk menemukan solusi penyelesaian. Salah satu problemnya ialah ada jumlah penghuni melebihi kapasitas daya tampung (Overcrowding) baik Lapas sampai Rumah Tahanan.

“Jumlah penghuni yang tidak sesuai dengan daya tampung Rutan dan Lapas inilah yang sering menyebabkan berbagai masalah, seperti ketidaklayakan kondisi hunian, kesulitan dalam pengendalian keamanan dan ketertiban, serta terhambatnya pelaksanaan keselamatan dan keamanan,” tutur Gunawan

Selain itu lanjut dia, Persoalan kepadatan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia sejatinya bukan kejadian yang baru. Namun, solusinya yang tak kunjung terjadi.

Untuk diketahui, menurut data Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM) penghuni lapas di Indonesia mencapai 217.007 orang (201%) dari total kapasitas sebanyak 134.835 orang, dari 33 Kantor Wilayah (Kanwil) hanya tiga yang secara keseluruhan daerah pembinaannya tidak mencatatkan kelebihan penghuni dibanding kapasitas.

“Hal ini menunjukan bahwa dari total 525 lapas dan rutan yang melaporkan data secara harian ke Kementerian Hukum dan HAM, tercatat 404 lapas dan rutan yang menampung penghuni melampaui kapasitasnya. Banyak hal yang sebenarnya membuat Lapas dan Rutan di Indonesia mengalami Overcrowding (kelebihan kapasitas), mulai dari angka kriminalitas yang semakin tinggi sampai dengan penentuan sanksi pidana yang selalu memakai hukuman penjara sebagai hal yang paling ampuh,”paparnya

Padahal kata Gunawan, jika merujuk pada Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu terdiri atas pidana pokok (pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan) dan pidana tambahan (pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, pengumuman putusan pengadilan). Seharusnya masih ada alternatif lain dalam memberikan sanksi pidana selain pidana penjara.

“Misalnya pidana denda dengan memperhatikan atau menambahkan pidana tambahan seperti pencabutan hak tertentu atau perampasan barang tertentu. Dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal menggunakan sarana Penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan atau perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar,”tegas Gunawan

Adapun Mereka (PB HMI) merekomendasikan sejumlah poin yang diharapkan dapat menjadi solusi yang baik kepada pemerintah Indonesia terlebih kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia diantaranya:

1. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Hukum dan HAM segera menerbitkan Peraturan mengenai penyelesaian Tindak Pidana Ringan diluar pengadilan (Restoratif Justice) sebagai alternatif kebijakan hukum pidana.

2. Bahwa mayoritas Lapas dan Rutan di isi oleh Narapidana Narkotika, maka agar Para Aparat Penegak Hukum memakai alternatif dalam menghukum Pecandu Narkotika yaitu dengan cara Rehabilitasi.

3. Menteri Hukum dan HAM agar segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung mengenai pembatalan PP No.99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Aturan ketat pemberian Remisi pada Peraturan Pemerintah ini telah menjadi salah satu penyebab terjadinya Over kapasitas/kepadatan pada Lapas dan Rutan di Indonesia.

4. Menteri Hukum dan HAM agar memperpanjang kebijaka yang tertuan pada ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.24 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *