MELANESIATIMES.COM – Dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perihal kasus dugaan korupsi surat keterangan tertulis Likuiditas Bank indonesia atau SKL BLBI kini kembali memicu polemik.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Albert Ho menyatakan bahwa penerbitan SP3 tersebut memang merupakan kewenangan lembaga Anti Rasuah tersebut.
“Benar. hal itu merupakan kewenangan dari KPK” ujar Albertina, Jumat, (02/04/2021)
Ia menyatakan bahwa aturan tersebut terinci dalam undang-undang KPK baru. Lebih tepatnya, kata Albertina tertuang dalam pasal 40 undang-undang 19/2019 tentang KPK.
“Ketentuannya sudah sangat sesuai dengan pasal 40 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK” jelasnya
Untuk diketahui sebelumnya bahwa, KPK memberhentikan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsudin Nursalim dan juga Itjh Nursalim yang keduanya telah ditetapkan oleh KPK pada Senin, 10 Juni 2019 lalu. KPK yang saat itu menerangkan bahwa akibat dari perbuatan Sjamsul Nursalim dan Istinya diduga melakukan perbuatan tersebut mencapai Rp 4,58 triliun rupiah.
Kasus dugaan tersebut dikatakan KPK sudah dilakukan sejak Agustus 2013 lalu. Bahkan, KPK saat itu telah melakukan pengiriman surat untuk penyilidikan lebih lanjut, namun keduanya diketahui tidak pernah memenuhi panggilan dari KPK.
Syamsul Nursalim dan Istrinya tersangkut pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 terkait pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dikatakan, BLBI diduga melakukan skema peminjaman yang diberikan kepada Bank indonesia kepada bank-bank lainnya yang dinilai mengalami masalah tentang likuiditas saat krisis moneter tahun 1998. Skema tersebut dilakukan dengan berdasarkan asas perjanjian Indonesia dengan IMF untuk mengatasi krisis moneter dan pada Desember 1998, Bank indonesia telah menyalurkan BLBI dengan nilai sebesar Rp 127,7 triliun untuk 48 Bank.
Senada ditegaskan PLT Juru Bicara (Jubir) Ali Fikri bahwa pemberhentian kasus tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pasalnya, KPK telah sudah berupaya mengajukan hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali (PK) perihal putusan lepas terhadap Syafruddin. Namun, kata Fikri ditolak oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI)
“Bahwasannya kami pastikan pemberhentian (SP3) tersebut telah sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku. Karena mengingat putusan akhir di tingkat MA dalam perkara SAT menjelaskan ada perbuatan sesuai dengan dakwaan, namun bukan tindak pidana” jelas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan pada Jumat, (02/04/2021)
Tidak ada komentar