MELANESIATIMES.COM – Baru-baru ini Kabupaten Buru Selatan (Bursel) Provinsi Maluku kembali digemparkan dengan pristiwa pemecatan tidak terhormat oleh Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulisa kepada Hamis Mahu yang diketahui sebagai aparatur Sipil Negara (ASN) itu mendapat perhatian banyak kalangan.
Sebagaian besar menilai keputusan yang dilakukan sang Bupati cenderung atas unsur politis dan sakit hati atas tidak mengarahnya dukungan politik Hamis Mahu saat Pilkada Bursel dilangsungkan Desember 2020 lalu. Tidak murni atas dasar baik buruknya kinerja ASN.
Pernyataan sama juga di utarakan salah satu aktivis Jakarta sekaligus Pengurus Pusat (PP) KAMMI, Hamis Souwakil. Dalam keterangannya menuturkan, kebijakan yang dilakukan Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulisa (Tagop) terhadap Hamis Mahu sangat cenderung politis serta tidak etis berdasarkan kerja administrasi negara dan Good Goverment (pemerintahan yang baik).
Hamis Menjelaskan, dilihat dari masa waktu atau tanggal sejak dikeluarkan surat pemecatan terhadap Hamis Mahu yang ditandatangi Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soilisa yang saat ini viral hari ini di masyarakat Buru Selatan, Maluku. Diketahui, Tepat pada 7 Desember 2020 surat pemecatan ASN tersebut dikeluarkan tidak mendasar dan menyimpang pada aturan yang berlaku. Karena, larangan melakukan mutasi atau pemecatan ASN tertuang dalam undang-undang Nomor 10 tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2.
Aturan tersebut berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
“Artinya dua hari sebelum tahapan pencoblosan Pilkada Bursel dimulai 9 Desember 2020 lalu. Sedangkan kita tahu, di hari itu, posisi Tagop tidak sebagai Bupati Aktif karena masa cuti. Bagaimana bisa Tagop bisa mengeluarkan kebijakan yang di saat yang sama tidak berstatus aktif sebagai bupati karena masa cuti jelang pilkada bahkan bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 dan surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor SS 2012/K.Bawaslu/PM.00.00/12/2019 tentang Instruksi Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Tahun 2020 Kepada Bawaslu Daerah yang Melaksanakan Pilkada. Ini orang (Tagop) dapat persetujuan tertulis tidak dari menteri ?, tagop mengerti hukum tidak, mengerti adiministrasi pemerintahan tiak ?”Kata Hamis Souwakil saat dikonfirmasi, Minggu, (28/02/2021)
Terlebih lagi, lanjut dia, kalimat “Pemecatan Tidak Terhormat” dalam Surat Keputusan (SK) dimaksud, mengindikasikan sakit hati akibat kemarin Hamis Mahu berlawanan poltik alias tidak mendukung Safitri Malik Soulisa (Istir Tagop) yang saat itu mencalonkan diri sebagai calon bupati. Sudah salah, disini terjadi penyalah gunaan wewenang atau kekuasaan (Abuse Of Power) bupati untuk kepentingan politik istrinya. Dengan demikian, kata Hamis, perlakukan Tagop tersebut menunjukan tidak benarnya pengelolaan birokrasi di kabupaten Lolik Lalen Fedak Fena itu.
“Tidak beres ini keputusan, sudah sangat keliru dan politis melawan hukum pula bahkan juga Tagop tengah melakukan Abuse Of Power untuk kepentingan Istirnya dalam pilkada bursel kemarin. kenapa ? ya dilakukan saat masa pilkada sedang mau berlandung dua hari loh. Masa pencoblosan dilakukan 9 Desember 2020 sedangkan dua hari sebelumnya dikeluarkan SK tersebut. Artinya ini surat tidak SAH secara hukum”tuturnya
ia pun mengingatkan Pemerintah Daerah di Kabupaten tersebut untuk Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan tidak mendasar hukum alias surat bodong tersebut. Bahkan pihaknya berencana melaporkan permasalahan tersebut juga ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta pada waktu dekat.
“Kita akan mengajukan (Somasi) gugatan atas perkara ini. Kita buat tebusan juga ke pak Kemendagri, Tito Karnavian dalam waktu dekat, Insya Allah. Pungkasnya