Melanesiatimes.com – Rangkaian proses Pilkada 2020 terus berjalan hingga sampai saat ini. Bahkan para bakal calon Kepala Daerah di 270 Kabupaten/Kota sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun sayangnya, sampai saat ini pun pandemi COVID-19 masih belum usai dan trennya pun cenderung meningkat. Tercatat per hari ini saja, pasien COVID-19 bertambah 4.168 orang dengan akumulasi total orang terkonfirmasi COVID-19 menjadi 240.687 orang.
Melihat situasi tersebut, Kajian Informasi Strategis Indonesia (KISI) menggelar diskusi online dengan tema “Deteksi Dini Klaster Baru COVID-19 Pada Pilkada Serentak 2020”. Dengan tema ini, diharapkan mendapatkan banyak masukan dari para narasumber agar jangan sampai pelaksanaan Pilkada 2020 malah menimbulkan klaster baru kasus Korona di Indonesia, yang disebut sebagai Klaster Pilkada 2020.
Pengamat politik dari Indopolling Network, Wilhelmus Wempy Hadir mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami perspektif pemerintah, bahwa bangsa Indonesia tidak boleh panik dan terlalu takut dengan adanya pandemi COVID-19 yang sampai saat ini masih belum usai. Namun pemerintah ingin agar rakyat ikut mewaspadai agar jangan sampai tertular COVID. Kata Wempy dalam pemaparannya melalui aplikasi Zoom Meeting Apps, Sabtu (19/9/2020).
“Pemerintah menyampaikan kepada masyarakt tidak boleh panik, tapi harus waspada,” kata Wempy.
Namun demikian, ia pun meminta kepada pemerintah agar benar-benar serius dalam upaya penanggulangan COVID-19. Setidaknya harus bisa memberikan kepercayaan rakyat bahwa pemerintah optimis dan mampu mengatasi pandemi ini dengan baik, sehingga dampaknya jelas akan terasa di pelaksanaan Pilkada 2020, yakni peningkatan kepercayaan publik.
“Pemerintah harus meyakinkan publik bahwa pemerintah bekerja secara serius dalam penanganan covid, apabila ini berlansung selama pelaksanaan pilkada dan seterusnya,” tuturnya.
Ia juga menuturkan bahwa memang tak sedikit negara-negara di dunia yang menunda proses pemilihan umum mereka di tengah COVID-19. Namun tak sedikit juga negara-negara yang tetap melaksanakan proses politik mereka.
“Di tengah pandemi ini akan banyak negara yang menunda pilkada, tetapi di negara lain tetap melaksanakan pilkada seperti di Korea Selatan,” ujarnya.
Sementara jika melihat pemerintah tetap akan melaksanakan Pilkada 2020 di tengah pandemi korona ini. Sehingga Wempy pun mewanti-wanti sekali agar penerapan protokol kesehatan baik bagi penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan rakyat Indonesia khususnya para pemilih diperhatikan dan dijalankan.
“Yang paling penting menurut saya adalah bagaimana pemerintah harus bikin aturan soal kampanye, karena ini nggak bisa di bendung lagi. Jangan sampai pikada kali ini menghadirkan klaster baru saat berlansungnya pilkada nantinya,” ucap Wempy.
“KPU DKPP dan KPPS perlu kerja sama yang baik kerkait dengan protokol kesehatan, apabila tidak ada sanksi yang tegas dari KPU kepada calon kanditat, maka ini akan terjadi kerumunan yang sangat luar biasa,” sambungnya.
Selanjutnya, Wempy juga menyarankan agar para peserta pemilu melakukan kampanye secara mobile menggunakan mobil operasional. Dari fasilitas itu, para peserta pemilu bisa memperkenalkan diri dan memasarkan program mereka kepada masyarakat tanpa ada pengumpulan massa apalagi arak-arakan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan setidaknya terkait physical distancing.
“Ataukah KPU perlu persiapkan mobil kampanye keliling, yang mana kandidat bisa menggunakannya untuk keliling berkampanye, sehingga tidak adanya arak-arakan dan kumpulan masa di saat kampanye, tetapi kandidat yang keliling menyampaikan visi misi, atau kampanye mereka, dan ini juga mengurangi cost politik,” sarannya.
Waspada penyalahgunaan bansos bagi Cakada incumbent
Di sisi lain, Wempy juga mengingatkan jangan sampai ada pelanggaran hukum yakni adanya kampanye terselubung dari para peserta pemilu yang notabane adalah para kalangan incumbent.
Peluang penyalahgunaan wewenang sangat besar terjadi, khususnya di tengah proses penyaluran bantuan sosial COVID-19. Dan menurut Wempy, ini juga menjadi perlu diperhatikan betul oleh penyelenggara pemilu.
“Ada sekitar 20 kepala daerah yang melakukan bansos untuk mengkapitalisasi menaikkan kapasitan atau kapabilitas di masyarakat. KPU maupun Bawaslu tetap waspada dan hati-hati dalam penyalahgunaan bansos dalam pilkada nanntinya. Iitu saya ingatkan Bawaslu pada beberapa waktu lalu, dan bawaslu pun menjawab mereka akan mengawasi itu, berarti ini sudah jelas bahwa Bawaslu bekerja secara ekstra di lapangan,” tutupnya.
Tidak ada komentar