MELANESIATIMES.COM – Penjelang Pilkada rupanya banyak menyisakan cerita para bacalon yang akan berkontes pada Desember 2020 mendatang, pendapat hiruk pikuk dari calon incumbent maupun pendatang baru yang mengeluh dengan biaya politik yang fantastis di setiap even pemilihan kepala-kepala daerah.
Ditemui di bilangan Cikini Jakarta Pusat, Selasa 2/9/2020, Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah mengatakan,biaya politik yang fantastis bukan cerita baru di republik ini, bahkan mereka (Para elit Parpol) seolah memanfaatkan moment-moment seperti ini, budaya pragmatis mereka sengaja tanamkan kepada masyarakat, sehingga masyarakat melihat sendiri, betapa bobroknya sistem kita sekarang.
Saya mengamati disetiap Pilkada di daerah-daerah dan memang mesin partai tak bekerja maksimal, partai politik hanya sebagai syarat administratif bagi calon yang akan berkontes, ini yang dimanfaatkan partai politik pemilik kursi parlemen di daerah-daerahnya.
Politik transaksional mengajarkan masyarakat ke jurang kehancuran bangsa ini, tidak mendidik bahkan merusak moral dan mental bangsa ini.
Ketika ditanya langkah apa yang diterapkan jika politik tidak perlu dengan biaya mahal?, Iskandar mengatakan bubarkan saja Partai-partai politik, sumber masalahnya khan disitu.
Dari situlah muncul manusia-manusia bermental kardus yang merusak sistem, keluhan-keluhan para calon kepala daerah bukan barang baru di republik ini.
Saya miris mendengarnya,ujung-ujungnya begitu jadi bukan berpikir bekerja maksimal untuk daerah yang dia pimpin, tapi bagaimana cara mengembalikan modal awal pencalonan sebelumnya.
Jadi tak heran juga kalau rakyat melihat kepala-kepala daerahnya masuk satu persatu menjadi tersangka penyalahgunaan APBD, proyek-proyek daerah, bahkan kepala daerah berbisnis ASN.
Kalau ini dibiarkan ya rusak semua, jadi memang sistem yang harus dirubah dan saya yakini sumber malapetaka semua ini adalah Partai politik.
Jadi opsi terbaik buat saya ya bubarkan saja partai-partai politik, mereka lah yang selalu membuat kegaduhan, mereka menciptakan politik transaksional, mereka yang membentuk mindset masyarakat gaya pragmatis yang sangat tajam.
Jadi ukuran maju menjadi kepala daerah bukan kualitas, integritas, tapi barometer nya ya isi tas, berapa yang dibawa dan diminta, disetujui maka keluar dukungan partai politik.
Ketika ditanya opsi memilih wakil-wakil daerah untuk menjadi wakil nya di parlement, Iskandar menjawab banyak opsi nya, kita ini sudah melupakan cara musyawarah mufakat, hal yang terlihat remeh temeh tapi ini luar biasa, kita beralih kepada cara liberalisme dengan opsi selalu suara terbanyak, cara atau opsi yang mengedepankan suara terbanyak jelas adalah gaya liberalisme, kita punya musyawarah mufakan yang dikikis perlahan sehingga kita lupa itu semua, padahal gaya itulah yang buat saya sangat mewakili budaya kita yang sudah rapuh sekarang ini.
Ketika ditanya jadi opsi nya bubarkan partai politik sudah final?, Iskandar menjawab, buat saya sudah final, tak perlu kita tutup mata tutup telinga, sumber malapetaka nya ada disitu kata Iskandar mengakhiri wawancara nya.
Tidak ada komentar