MELANESIATIMES.COM – Upaya Indonesia untuk merebut kembali Irian Barat bukanlah perjuangan yang mudah. Namun, telah menjadi komitmen dari semua elemen bangsa untuk mempertahankan kedaulatan mereka dengan segala cara dan risiko. Terlepas dari diplomasi politik melalui meja negosiasi, pemerintah Indonesia telah menyiapkan semua potensi rakyat dan Angkatan Bersenjata melalui komando Trikora pada tanggal 19 Desember 1961, untuk merebut kembali Irian Barat. Reintegrasi Irian Barat yang lambat tidak dapat dipisahkan dari sikap rumit Belanda untuk mengendalikan Irian Barat.
Negosiasi politik di Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Bulan Agustus 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia atas semua bekas koloni Belanda, tetapi Irian Barat adalah pengecualian. Belanda menyatakan bahwa transisi ke Irian Barat akan berlangsung 2 tahun kemudian setelah KMB, yang sekali lagi ditolak oleh Belanda. Belanda kembali meluncurkan strategi divide et empera dengan mendirikan Dewan Nasional Papua dan menjadikannya negara boneka untuk melawan bangsanya. Langkah ini memicu semua kemarahan rakyat Indonesia dan membawa masalah Papua ke ambang konfrontasi militer 1961.
“Masyarakat Papua telah menyadari bahwa pepera adalah kehendak rakyat, yang mengatakan bahwa itu adalah rekayasa adalah kelompok minat yang tidak menyukai pemerintah”
Sikap indonesia segera mendapat tanggapan dari masyarakat internasional. Negosiasi yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa antara kedua belah pihak menghasilkan Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menyatakan bahwa Irian Barat
berada dalam status quo di bawah pengawasan UNTEA/PBB sebelum diserahkan kepada Indonesia. Selain itu, isu reintegrasi Papua akan diadakan melalui referendum/Pepera untuk menanyakan pendapat seluruh masyarakat Irian Barat mengenai status mereka untuk kembali ke Indonesia.
Pelaksanaan UNDANG-UNDANG sebagai keputusan politik yang disaksikan oleh masyarakat internasional itu sendiri kemudian diadakan pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB dan dihadiri oleh semua perwakilan suku-suku di Irian Barat dan melanjutkan secara demokratis dan mencerminkan keinginan mayoritas rakyat Papua untuk bergabung kembali dengan Republik Indonesia. (Terjemahan)
Danis Hugua
Peneliti sejarah Papua
Sumber : Facebook (Gabriella Rebbeka)